BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat terdiri dari beragam kelompok-kelompok orang yang
ciri-ciri pembedanya bisa berupa warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin,
umur, tempat tinggal, kepercayaan agama atau politik, pendapatan atau
pendidikan. Pembedaan ini sering kali dilakukan bahkan mungkin diperlukan.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai
hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Masyarakat dengan
segala aspek yang mencakup di dalamnya merupakan suatu objek kajian yang
menarik untuk diteliti. Begitu pula dengan sesuatu yang dihargai oleh
masyarakat tersebut. Dengan kata lain, sesuatu yang dihargai dalam sebuah
komunitas masyarakat akan menciptakan pamisahan lapisan atau kedudukan
seseorang tersebut di dalam masyarakat. Pemisahan lapisan atau kedudukan
tersebut dalam sosiologi kita kenal dengan konsep stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang
yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Namun lebih
penting dari itu, mereka memiliki sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama.
Stratifikasi sosial berbeda dengan kelas sosial, akan tetapi
kedua istilah ini sering kali dipergunakan secara bergantian hingga dalam
beberapa bagian bisa menjadi rancu. Stratifikasi sebenarnya lebih merujuk pada
pembagian kelompok orang kedalam tingkatan atau strata yang berjenjang secara
vertikal. Sementara itu istilah kelas sebenarnya lebih sempit dari stratifikasi
sosial. Istilah kelas lebih merujuk pada satu lapisan atau satu strata tertentu
dalam sebuah konstratifikasi sosial. Kelas sosial, dengan demikian cenderung
diartikan sebagai kelompok yang anggota-anggotanya memiliki
orientasi politik, nilai budaya, sikap, dan perilaku sosial yang secara umum
sama.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan
stratifikasi sosial ?
2. Bagaimana cara mempelajari
stratifikasi sosial ?
3. Apa saja unsur stratifikasi sosial ?
4. Apa yang menyebabkan terjadinya
stratifikasi sosial ?
5. Bagaimana proses terjadinya
stratifikasi sosial ?
6. Apa saja kriteria dasar penentu
stratifikasi sosial ?
7. Apa saja bentuk stratifikasi ?
8. Apa saja sifat stratifikasi sosial ?
9. Apa fungsi stratifikasi sosial ?
10. Bagaimana pengaruh stratifikasi
sosial dalam masyarakat ?
11. Bagaimana stratifikasi sosial di
Indonesia ?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan stratifikasi sosial.
2.
Mengetahui
cara mempelajari, unsur, yang menyebabkan, proses, kriteria dasar, bentuk sifat
dan fungsi stratifikasi sosial.
3.
Mengetahui
bagaimana pengaruh stratifikasi sosial dalam masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari
kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti
berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Stratifikasi
sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota
masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki
oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement
status) dan ada yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi
berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak.
Beberapa definisi stratifikasi sosial ,menurut beberapa ahli
:
a.
Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarki).
b.
Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang
yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan
hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
c.
Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang
ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
d.
Bruce J. Cohen
Sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada
kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang dimiliki.
Pengelompokan secara vertikal Berdasarkan posisi, status,
kelebihan yang dimiliki, sesuatu yang dihargai.Distribusi hak dan wewenang
Kriteria ekonomi, pendidikan, kekuasaan, kehormatan.
Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian
dari proses pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya
tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan
sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam
batas-batas tertentu.
Stratifikasi
sosial pada kenyataannya adalah seperangkat kerangka konseptual bagaimana
memahami dan mendefinisikannya sebagai satu aspek dari organisasi sosial.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kelley, “since every individual
occupies numerous social position and plays many roles, it is possible to
classify persons into status-role categories, which are ranked in terms of the
relative position of their roles taken as a whole”.
Esensi
dari stratifikasi sosial adalah setiap individu memiliki beberapa posisi sosial
dan masing-masing orang memerankan beberapa peran, sehingga hal ini
memungkinkan untuk mengklasifikasikan individu-individu tersebut ke dalam
kategori status-peran, dimana perangkingan didasarkan atas posisi relatif dari
peran-peran yang mereka mainkan secara keseluruhan.
Stratifikasi sosial didefinisikan secara eksplisit atau
implisit sebagai sistem fungsional yang diakui dalam diferensiasi dan posisi
rangking dalam kelompok, asosiasi, komunitas dan masyarakat.
Berdasarkan definisi dari stratifikasi sosial di atas, dapat
dilihat dengan jelas bentuk dari diferensiasi sosial, tetapi terdapat sebuah
perbedaan dari diferensiasi sosial. Bentuk-bentuk lain dari diferensiasi sosial
adalah peran kekerabatan/keluarga (kinship roles), peran berdasarkan jenis
kelamin (sex roles), atau peran berdasarkan usia (age roles), dimana
penentuannya didasarkan atas kualitas masing-masing individu. Oleh karena itu,
stratifikasi sosial merupakan konsep yang universal.
Stratifikasi sosial bersifat sangat luas karena stratifikasi
sosial itu menunjukkan atau memiliki fungsi sosial, diantaranya: (i) untuk
memberikan kemudahan dalam pembagian kerja yang jelas, untuk memudahkan
masing-masing individu menjalankan tugas-tugasnya (sebagai fungsi sosial
dibutuhkan untuk mengetahui kedudukan seseorang dalam struktur yang tinggi);
(ii) untuk memudahkan dalam pemberian penghargaan (reward) baik dalam bentuk
uang, prestise maupun kekuasaan; (iii) sebagai fungsi sosial untuk memperoleh
kedudukannya tidak berdasarkan atas dasar reward.
Stratifikasi sosial menunjukkan adanya suatu
ketidakseimbangan yang sistematis dari kesejahteraan, kekuasaan dan prestise
(gengsi) yang merupakan akibat dari adanya posisi sosial (rangking sosial)
seseorang di masyarakat. Sedangkan ketidakseimbangan dapat didefinisikan
sebagai perbedaan derajat dalam kesejahteraan, kekuasaan dan hal-hal lain yang
terdapat dalam masyarakat. Dalam stratifikasi sosial, ketidakseimbangan
dikatakan sistematis untuk menggarisbawahi bahwa ketidakseimbangan dibangun di
dalam struktur sosial dan bukan merupakan akibat perbedaan individu atau
kesempatan yang didapatkan oleh masing-masing individu.
Pada kenyataannya, salah satu pengertian dari sosiologi,
bahwa stratifikasi menjadi bagian besar dari masyarakat dan bukan sekedar
keberuntungan atau usaha personal. Semua masyarakat di dunia modern dipandang
sebagai masyarakat yang berlapis berdasarkan kesejahteraan, kekuasaan dan
prestise, dan juga berdasarkan atas hal lain seperti gender, ras dan etnis.
Setiap
masyarakat dimana pun adanya berada dalam suatu lingkup geografi dan budaya
tertentu pada dasarnya memiliki struktur sosial yang berbeda satu sama lainnya.
2.2
Cara Mempelajari Stratifikasi Sosial
Menurut Zarden, di dalam sosiologi dikenal tiga pendekatan
untuk mempelajari stratifikasi sosial, yaitu;
1.
Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif artinya, usaha untuk memilah-milah
masyarakat kedalam beberapa lapisan dilakukan menurut ukuran-ukuran yang
objektif berupa variable yang mudah diukur secara kuantitatif , contohnya
tingkat pendidikan dan perbedaan penghasilan.
2.
Pendekatan Subjektif
Pendekatan subjektif artinya munculnya pelapisan sosial
dalam masyrakat tidak diukur dengan kriteria-kriteria yang objektif, melainkan
dipilih menurut kesadaran subjektif warga itu sendiri, contonya seseorang yang
menurut kriteria objektif termasuk miskin, menurut pendekatan subjektif ini
bisa saja dianggap tidak miskin, kalau ia sendiri memang merasa bukan termasuk
kelompok masyarakat miskin.
3.
Pendekatan Reputasional
Pendekatan reputasional artinya pelapisan social disusun
dengan cara subjek penelitian diminta menilai setatus orang lain dengan jalan
menempatkan orang lain tersebut ke dalam sekala tertentu. Untuk mecari siapakah
didesa tertentu yang termasuk kelas atas, peneliti yang menggunakan pendekatan
reputasional bisa melakukannya dengan cara cara menanyakan kepada warga didesa
tersebut siapakah warga desa setempat yang paling kaya atau menyakan siapakah
warga desa setempat yang paling mungkin diminta pertolongan meminjamkan uang
dan sebagainya.
2.3
Unsur – Unsur Stratifikasi Sosial :
a.
Status Sosial (Kedudukan)
Adalah tempat dimana seseorang dihubungkan dengan
orang-orang lainnya dalam suatu sistim sosial. Dapat juga diartikan sebagai
hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang dengan siapa ia
berhubungan.
Cara
Memperoleh Status:
1.
Ascribed Status
· Kedudukan yang diperoleh berdasarkan
keturunan, kelahiran
· Masyarakat tidak dapat memilih
· Bukan berdasar pada kemampuan
2.
Achieved Status
· Kedudukan yang diperoleh berdasarkan
usaha yang sengaja
· Berdasarkan pada kemampuan
b.
Sosial Role (Peranan Sosial)
ü Adalah
perilaku normatif seseorang karena kedudukannya
ü Pola
perilaku yang diharapkan sesuai dengan status yang disandangnya.
ü Merupakan
sisi lain dari kedudukan
ü Bila
seseorang melaksanakan hak dan kewajiabannya sesuai dengan kedudukannya berarti
telah menjalankan peranannya.
2.4 Sebab-sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa
berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan
masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap
sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam
masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap
sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya
bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama
sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau
pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota
masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa
atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi,
misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian
dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi
jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
2.5 Proses
Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut:
a.
Terjadinya secara otomatis, karena
faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia,
jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam
masyarakat.
b. Terjadi dengan sengaja untuk tujuan
bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam
organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik,
perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
2.6
Kriteria Dasar Penentu Stratifikasi
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk
mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah
sebagai berikut :
a.
Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang
memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati
daripada orang yang miskin. Kekayaan sebagai ukuran dalam menentukan
stratifikasi sosial walaupun ada kuantitas tetapi pada dasarnya adalah relative
untuk suatu masyarajat.
Ukuran orang kaya pada masyarakat pedesaan adalah luas
pemilikan dan penguasaan tanah dan sering di simbolkan dengan rumah berbentuk
Joglo tetapi berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan didamping gedung yang
mewah juga mobil yang mewah sebagai symbol kekayaan yang dimilikinya.Kekayaan
sebagai sebuah ukuran dari startifikasi social dalam masyarakat tetap
tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
b.
Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang
dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan
menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan
berada di lapisan bawah. Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya
dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya.
Semakin luas dan tinggi pengaruh yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi
stratifikasi yang dimilikinya dan semakin rendah dan sempit dan bahkan tidak
memiliki pengaruh keberadaan seseorang dalam masyarakat semakin rendah
stratifikasi sosialnya.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat
formal saja seperti pejabat pemerintah setermpat maupun pejabat pemerintah yang
lain. Kekuasaan tersebut berupa kepatuhan dan ketaatan bagi seseorang untuk
mengikuti apa yang menjadi saran atau perintahnya. Seorang Kyai memberikan
saran kepada seseorang untuk menghentikan kebiasan minum miras atau merokok dan
yang yang bersangkutan langsung menghentikan tindakannya, maka kyai tersebut
memiliki kekuasaan yang tinggi atau kuat; demikian juga halnya kepada orang
lain jika apa yang mereka kehendaki dan orang melakukannya, maka orang tersebut
memiliki kekuasaan yang tinggi atau kuat.
c.
Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau
kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan
kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas
seperti gelar :
- Andi di masyarakat Bugis,
- Raden di masyarakat Jawa,
- Tengku di masyarakat Aceh, dan sebagainya.
d.
Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan
atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi,
jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan
dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, ketrampilan
khusus, kesaktian, dsb. Ukuran Ilmu Pengetahuan akan meliputi dua ukuran yaitu
: pertama, ukuran formal yaitu ijazah sebagai ukurannya.
Semakin tinggi gelar atau ijazah yang dimiliki semakin
tinggi strata sosialnya dan semakin rendah ijazah yang dimiliki semakin rendah
strata sosialnya. Kedua, ukuran non formal adalah professional atau keahlian
yang mereka miliki melalui ketrampilan yang dia lakukan. Mereka memperoleh
keahlian tersebut tidak melalui jalur pendidikan formal. Pakar pengobatan
alternative, mereka memperoleh keahliannya bukan belajar di fakultas
Kedokteran, melainkan diproleh dari luar pendidikan formal yang ada.
2.7
Bentuk Stratifikasi Sosial
Bentuk
Stratifikasi: Kasta, Estate dan Kelas Sosial
Anggapan masyarakat modern secara refleks, bahwa tahap-tahap
dalam pembangunan, pekerjaan dalam organisasi dan pekerjaan berhubungan dengan
struktur sosial masyarakat setempat yang mana memberikan kerangka substansial
yang terdiri dari individu-individu, kelompok dan institusi dimana mereka
hidup. Permasalahan utama dalam masyarakat yang sering kali dilihat dan banyak
mendapat perhatian adalah kelas sosial (social class), ketidakseimbangan
(Inequality) dan perubahan sosial (social change).
Konsep kelas muncul untuk mengidentifikasi
individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang membedakannya
dalam mendapatkan fasilitas kesehatan, ekonomi, kesejahteraan. Menurut
Sanderson, sistem stratifikasi sosial berkenaan dengan adanya dua atau lebih
kelompok dalam suatu masyarakat tertentu, yang anggota-anggotanya memiliki
kekuasaan, hak-hak istimewa, dan pretise yang tidak sama pula. Sistem
stratifikasi sosial ada tiga yakni caste, estate dan class system.
a. Sistem Kasta
Sistem kasta memilki karakteristik sistem kelas yang
horizontal (strata) yang merefresentasikan area-area fungsional yang terdapat
dalam masyarakat. Area-area tersebut meliputi religi (agama), pendidikan,
pemerintahan dan bisnis. Masing-masing area kemudian disusun berdasarkan atas
tingkat kepentingan fungsional dalam masyarakatnya. Penentuan urutan tersebut
terkadang merupakan hasil dari perjuangan kelompok tertentu yang ada dalam
masyarakat dan terkadang merupakan hasil penaklukan dari kelompok yang berada
di luar masyarakat.
Dalam kedua kasus tersebut, sistem distabilkan melalui
nilai-nilai dalam masyarakat. Konsep kasta merupakan gejala khas masyarakat
feodal, sedangkan kelas tersebut adalah gejala masyarakat pasca-feodal
(postkolonial). Sebagai daerah bekas pendudukan Hindu yang bersifat feodalisme,
Indonesia masih memiliki ciri dan karakteristik masyarakat yang berbentuk
kasta.
Istilah Kasta umumnya berkenaan dengan bentuk kaku dari
stratifikasi sosial masyarakat yang ditandai dengan adanya strata edomogamus
(dalam perkawinan), yang mempraktekkan penolakan terhadap sesama dan tidak
memungkinkan terjadinya mobilitas. Menurut McCord, sistem kasta atau sistem
yang mirip dengannya mulai ada pada masyarakat Hindu di India sekitar 2000
tahun yang lalu. Dalam ideolgi Hindu India ini setiap hubungan dengan kasta
lain (apalagi yang dibawahnya) adalah sesuatu yang terlarang.
Sistem kasta yang masih kental di dunia dapat kita lihat
masih ada dalam sistem kemasyarakatan, khususnya di India. Sistem kasta Hindu
merupakan bentuk rumit dan kaku dari stratifikasi sosial di dunia ini. Sistem
ini kemungkinan juga merupakan fenomena sosial yang paling sedikit dimengerti
dalam ilmu sosial.
Kasta disini seringkali mirip dengan “klan” jenis kolektif
yan lebih lama yang mengasumsikan sebuah fungsi dari asosiasi. Di India,
sebenarnya ada lima kasta (satu kelompok sering kali disebut sebagai kelompok
yang tidak memiliki kasta) yang berkembang, namun seiring dengan adanya doktrin
tradisional yang sering disebut dengan kasta hanya empat yakni Kasta Brahmana
(Pendeta), Ksatrya (keluarga raja dan pemimpin kerajaan), Waisya terdiri dari
golongan pedagang dan Kasta Sudra yakni para petani, sedangkan Kasta yang tidak
memiliki “Kasta” dinamakan dengan sebutan Hariyan.
Kasta Sudra memiliki tempat rendah dan dianggap
sebagai kasta yang kotor oleh golongan kasta yang ada diatasnya. Dalam Weda,
konsep sebenarnya tidak ada, ini hanya merupakan sebuah akal-akalan atau siasat
dari kaum Brahmana (kaum terpelajar dan hanya yang diijinkan waktu itu untuk
membaca kitab suci atau mendapatkan pendidikan) untuk mempresentasikan dirinya
sebagai kasta tertinggi, sedangkan sisanya memiliki kasta yang lebih atau agak
dekat dengannya.
Kemunculan kelas kasta ini sebagai bentuk kolaborasi antar
pendeta (rohaniawan) yang dalam hal ini sebagai kelas yang dominan dengan tuan
tanah (mencengkramkan feodalisme) untuk mengembangkan kultur hemogeni sistem
kasta yang diselenggarakan dari ajaran Weda, Kitab Suci Agama Hindu.
b. Sistem Estate
Bentuk kedua dari stratifikasi sosial adalah sistem estate
yang pada dasarnya juga berdasarkan pada sistem kelas tertutup, tetapi lebih
longgar bila dibandingkan dengan sistem kasta. Sistem estate mencapai masa
kejayaannya pada masa feodalisme di eropa dan masih digunakan oleh beberapa
negara yang tetap mempertahnkan sistem aristokrasi atau kepemilikan tanah
secara turun temurun (feodalis Eropa). Istilah ”estate” berasal dari
terminologi feodal Eropa.
Seperti sistem kasta, sistem estate didasarkan pada urutan
posisi berdasarkan atas stratifikasi fungsional. Bedanya adalah area-area
fungsional tersebut dianggap sebagai pelengkap dan sama pentingnya. Dengan kata
lain, area militer, religius (agama), pemerintah dan ekonomi dianggap sama
pentingnya dalam masyarakat. Oleh karenanya area-area fungsional tersebut
dianggap sebagai urutan vertikal dari kekuasaan bukan sebagai sebagai urutan
horizontal.
c. Sistem Kelas
Aristotle menggambarkan bahwa didunia ini ada tiga kelas
utama yang menyusun kehidupan dan akan selalu tergambar dalam setiap
masyarakatnya, pengkategorian kelas menurut Aristoteles ini berdasarkan atas
status sosial yang mereka peroleh dari ukuran ekonomi yaitu seberapa besar
kekayaan yang dipunyainya. Ketiga kelas tersebut adalah kelas atas (kelas
kaya), kelas bawah (kelas miskin) dan kelas yang ketiga, yang berada diantara
kelas kaya dan kelas miskin tersebut yakni kelas menengah. Kelas menengah
merupakan kelas yang selama ini membuat kestabilan dalam masyarakat. Kelas
menengah ini memiliki posisi penting dalam rangka menjaga kestabilan
masyarakat.
2.8 Sifat
Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan
sosial dibedak menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan
sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a.
Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari
setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas
tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja.
Contoh:
· Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa
pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
· Rasialis. Kulit hitam (negro) yang
dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
· Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah
ke posisi juragan/majikan.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka
(Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifatdinamis karenamobilitasnya
sangatbesar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik
vertikal maupun horisontal.
Contoh:
· Seorang miskin karena usahanya bisa
menjadi kaya, atau sebaliknya.
· Seorang yang tidak/kurang pendidikan
akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
c.
Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara
stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya,seorang Bali berkasta Brahmana
mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta
menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri
dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
2.9 Fungsi
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang
obyektif, seperti menentukan penghasilan,tingkat kekayaan, keselamatan dan
wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
b. Sistem pertanggaan (tingkatan) pada
strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan,
misalnya pada seseorang yangmenerima anugerah penghargaan/ gelar/
kebangsawanan, dan sebagainya.
c. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat
melalui kualitas pribadi,keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan,
wewenang atau kekuasaan.
d.
Penentu lambang-lambang (simbol
status) atau kedudukan, seperti tingkah\ laku, cara berpakaian dan bentuk
rumah.
e.
Tingkat mudah tidaknya bertukar
kedudukan.
f.
Alat
solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem
sosial yang sama dalam masyarakat.
2.10 Pengaruh
Startifikasi Sosial dalam Masyarakat
Stratifikasi social adalah pembedaan masyarakat kedalam
lapisan-lapisan social berdasatrkan demensi vertical akan memiliki pengaruh
terhadap kehidupan bersama dalam masyarakat. Ikuti urain tentang dampak
stratifikasi social dalam kehidupan masyarakat berikut ini :
a.
Eklusivitas
Stratifikasi social yang membentuk lapisan-lapisan social
juga merupakan sub-culture, telah menjadikan mereka dalam lapisan-lapisan
gtertentu menunjukan eklusivitasnya masing-masing. Eklusivitas dapat berupa
gaya hidup, perilaku dan juga kebiasaan mereka yang sering berbeda antara satu
lapisan dengan lapisan yang lain.
Gaya hidup dari lapisan atas akan berbeda dengan gaya hidup
lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing
anggotanya dapat dibedakan; sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas social
mana seseorang berasal.
Eklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan diantara
kelas social tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas social dibawahnya
atau membatasi diri hanya bergaul dengan kelas yang sanma dengan kelas mereka.
b.
Etnosentrisme
Etnosentrisme dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiri
dapat terjadi dalam stratifikasi social yang ada dalam masyarakat. Mereka yang
berada dalam stratifikasi social atas akan menganggap dirinya adalah kelompok
yang paling baik dan menganggap rendah dan kurang bermartabat kepada mereka
yang berada pada stratifikasi social rendah.
Pola perilaku kelas social atas dianggap lebih berbudaya
dibandingkan dengan kelas social di bawahnya. Sebaliknya kelas social bawah
akan memandang mereka sebagai orang boros dan konsumtif dan menganggap apa yang
mereka lakukan kurang manusiawi dan tidak memiliki kesadaran dan solidaritas
terhadap mereka yang menderita. Pemujaan terhadap kelas sosialnya masing-masing
adalah wujud dari etnosentrisme.
c.
Konflik Sosial
Perbedaan yang ada diantara kelas social dapt menyebabkan
terjadinya kecemburuan social maupun iri hati. Jika kesenjangan karena
perbedaan tersebut tajam tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik social
antara kelas social satu dengan kelas social yang lain.
Misalnya demonstrasi buruh menuntut kenaikan upah atau
peningkatan kesejahteraan dari perusahaan dimana mereka bekerja adalah salah
satu konflik yang terjadi karena stratifikasi social yang ada dalam masyarakat.
2.11 Stratifikasi Sosial di Indonesia
Pada dasarnya, di mata Tuhan semua
manusia memiliki derajat dan martabat yang sama. Namun manusialah yang membuat
standar-standar penghormatan dan penghargaan tertentu sehingga terbentuk
lapisan-lapisan sosial dalam kehidupan masyarakat. Terbentuknya lapisan-lapisan
sosial tersebut membawa konsekuensi pada berkembangnya anggapan tentang adanya
lapisan sosial yang dipandang lebih tinggi, lapisan sosial yang dipandang
berada dalam posisi menengah, dan lapisan sosial yang dipandang lebih rendah
dari lapisan-lapisan sosial lainnya.
Tinggi rendahnya seseorang dalam
sebuah sistem pelapisan sosial tergantung pada status sosial yang
dimiliki. Status sosial yang disandang oleh seseorang diperoleh berdasarkan
penilaian dan pengakuan dari masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.
Dalam hubungan ini, sosiolog Talcott Parsons menyebutkan adanya lima kriteria
yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan tinggi rendahnya status sosial
seseorang, yakni :
(1) kelahiran, seperti: ras,
jenis kelamin, kebangsawanan, dan sebagainya,
(2) kualitas atau mutu pribadi,
seperti: kecerdasan, kebijaksanaan, kekuatan, keterampilan, dan sebagainya,
(3) prestasi, yakni karir seseorang
dalam bidang pendidikan, jabatan, usaha, dan lain sebagainya,
(4) kepemilikan atau kekayaan, yakni
pencapaian seseorang dalam mengumpulkan harta kekayaan, dan
(5) kekuasaan dan wewenang, yakni
besar kecilnya kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Stratifikasi sosial adalah strata
atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan
status sosial dan memiliki sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama.
· Esensi dari stratifikasi sosial adalah setiap individu
memiliki beberapa posisi sosial dan masing-masing orang memerankan beberapa
peran untuk mengklasifikasikan individu-individu tersebut ke dalam kategori
status-peran.
· Cara mempelajari stratifikasi sosial yaitu dengan Pendekatan
Obyekti, Pendekatan Subyektif dan Pendektan Reputasional
· Proses terjadinya stratifikasi sosial yaitu terjadi secara
otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya,
kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan
seseorang dalam masyarakat.
3.2 Saran
Walaupun
pada dasarnya, di mata Tuhan semua manusia memiliki derajat dan martabat yang
sama tapi manusialah yang membuat standar-standar penghormatan dan penghargaan
tertentu sehingga terbentuk lapisan-lapisan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Terbentuknya
lapisan-lapisan sosial tersebut membawa konsekuensi pada berkembangnya anggapan
tentang adanya lapisan sosial yang dipandang lebih tinggi, lapisan sosial yang
dipandang berada dalam posisi menengah, dan lapisan sosial yang dipandang lebih
rendah dari lapisan-lapisan sosial lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adityo, Aryo. (2008). Stratifikasi Sosial. [Online] Tersedia
:http: //arioadityo .multipl y.com/journal/item/7/Stratifikasi_Sosial. [28
Februari 2011].
Ahsanudin, S. Pd, Modul sosiologi, Solo hayati 2008
Effendi, Ridwan dan Malihah, Elih. (2007).
Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung: CV. Yasindo Multi
Aspek
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L. 1999. Sosiologi
Jilid I. edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L. 1999. Sosiologi
Jilid II. edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Keesing, Roger M. 1999. Antropologi Budaya – Suatu
Perspektif Kontemporer, Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Raja
Grafindo persada, Jakarta, hlm. 252
Stratifikasi sosial bukan halangan bagi kita untuk
menjadi lebih baik. Maka sifat optimis dan merasa cukup dalam hal ini
diperlukan.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar