BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Pelaksanaan demokrasi
liberal secara yuridis formal adalah wajar sebab sesuai dengan konstitusi yang
berlaku yakni, undang-undang dasar sementara 1950 yang bernafaskan semangat
liberal. Kondisi seperti itu sudah di rintids sejak di keluarkannya maklumat
pemerintah pada tanggal 16 oktober 1945
tentang perubahan status KNIP dan maklumat pada tanggal 03 November 1945
tentang pembentukan partai-partai politik di Indonesia . Kemudian terbukti
bahwa demokrasi parlementer atau liberal yang meniru sistem parlementer model
eropa barat kurang sesuai dengan kondisi politik dan karakter rakyat Indonesia
. Namun demikian , tercatat bahwa Indonesia perna menerapkan sistem demokrasi
liberal antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa
berkibranya partai-partai politik pada
pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian cabinet, partai-partai
politik terkuat mengambil alih kekuasaan.
Hampir setiap tahunnya
terjadi pergantian cabinet . Masa pemerintahan cabinet tidak ada yang berumur
panjang, sehingga masing-masing cabinet yang berkuasa tidak dapat melaksanakan
seluruh programnya. Keadaan ini menimbulkanketidakstabilan dalambidang politik,
ekonomi sosial,dan keamanan cabinet-kabinet yang pernah berkuasa setelah
penyerahan kedaulatan dari tangan belanda.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas maka dapat kita tari rumusan untuk memberikan batasan
ruang dalam penulis menyusun makalah ini, rumusan masalahnya adalah
a. Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal ( 1950-1959 ),
Pengertian Demokrasi dan Masa-masanya
b. Pengertian Liberalisme
c. Sejarah Masuknya Pemikiran Politik Liberal di Indonesia
d. Kondisi
Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
1.3.
Tujuan
Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah
diantaranya Untuk mengetahui Seluk-beluk Perkembangan Politik Liberal di
Indonesia dengan Sub-Sub Judul diantaranya adalah Indonesia Pada Masa Demokrasi
Liberal ( 1950-1959 ), Pengertian Demokrasi dan Masa-masanya,
Pengertian Liberalisme, Sejarah Masuknya Pemikiran
Politik Liberal di Indonesia, Kondisi Ekonomi pada Masa
Demokrasi Liberal.
1.4.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
Penulisan Makalah ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa-mahasiswi
Universitas Serambi Mekkah Khususnya
Jurusan FKIP Sejarah mengenai sejarah khususnya Pada Perkembangan Politik
Liberal Di Indoensia
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1. Indonesia Pada Masa Demokrasi
Liberal ( 1950-1959 )
A. Pengertian Demokrasi
Kata
Demokrasi berasal dari Yunani, yaitu demos, yang berarti rakyat, dan kratos,
yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi ialah rakyat yang
berkuasa[1].
Setelah
Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara
di dunia. Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya
sebagai demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi konstitusional dan
kelompok yang mengatasnamakan dirinya “demokrasi” namun pada dasarnya
menyandarkan dirinya pada komunisme.
Demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai
tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada
demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi,
yaitu:
1.
Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2.
Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3.
Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )
B. Masa Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
Pada
tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan
UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer,
artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet
bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Ciri
utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah
partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila
dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari
kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk
seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah
berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
2.2. Pengertian Liberalisme
Liberalisme ialah falsafah
yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi.[2]
Seseorang yang menerima fahaman liberalisme dipanggil seorang liberal.
Walau bagaimanapun, maksud perkataan liberal mungkin berubah mengikut konteks
sesebuah negara.
Liberalisme menekankan hak-hak
peribadi serta kesamarataan peluang.
Dalam fahaman liberalisme, pelbagai aliran dengan nama "liberal"
mungkin mempunyai dasar dan pandangan yang berlainan, tetapi secara umumnya
aliran-aliran ini bersetuju dengan prinsip-prinsip berikut termasuk kebebasan berfikir dan kebebasan bersuara, batasan kepada kuasa
kerajaan, kedaulatan undang-undang, hak individu ke atas harta persendirian, pasaran bebas
dan ketelusan sistem pemerintahan.[3]
Mereka yang liberal menyokong sistem kerajaan demokrasi liberal dengan
pengundian yang adil dan terbuka, di mana semua rakyat mempunyai hak-hak yang
sama rata di bawah undang-undang.[4]
Fahaman liberalisme moden berakar umbi dari Zaman
Kesedaran Barat dan kini mengandungi pemikiran politik yang luas dan
kaya dari segi sumber. Liberalisme menolak kebanyakan tanggapan asas dalam
hampir semua teori pembentukan kerajaan awal seperti seperti hak-hak raja
yang diberikan oleh tuhan, status yang berasaskan keturunan dan
institusi-institusi agama.
Liberal beranggapan sistem ekonomi pasaran bebas
lebih cekap dan menjana lebih banyak kemakmuran.
Negara liberal moden awal adalah Amerika
Syarikat yang didirikan di bawah prinsip "setiap manusia diciptakan
sama taraf; bahawa mereka diberi pencipta mereka hak-hak yang tidak boleh
dinafikan; bahawa antara ini adalah kehidupan, kebebasan, dan mengejar
kebahagiaan; bahawa untuk melindungi hak-hak ini, kerajaan dibuat oleh manusia,
yang menggunakan kuasa mereka secara adil dengan izin mereka yang
diperintah."
2.3. Sejarah Masuknya
Pemikiran Politik Liberal di Indonesia
Sekularisme
sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses
penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekular
telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang
menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak
memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama. [5]
Prinsip
sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada
pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan
pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini
menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah :
(1) dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan,
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda; (2) dalam bidang
kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat
agar rakyat mendekati Belanda; (3) dalam bidang politik atau kenegaraan,
pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme
dan ide Pan Islam.[6]
Politik Etis
yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin menancapkan
liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut unifikasi,
yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan menyampaikan
kebudayaan Barat kepada orang Indonesia .
Pendidikan, sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam
proses unifikasi agar orang Indonesia
dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam aspek sosial dan politik, meski
pun ada perbedaan agama. (Noer, 1991:183).
Proklamasi
kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi momentum untuk menghapus
penjajahan secara total, termasuk mencabut pemikiran sekular-liberal yang
ditanamkan penjajah. Tapi sayang sekali ini tidak terjadi. Revolusi kemerdekaan
Indonesia
hanyalah mengganti rejim penguasa, bukan mengganti sistem atau ideologi
penjajah. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap sekular. Revolusi
ini tak ubahnya seperti Revolusi Amerika tahun 1776, ketika Amerika
memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi Inggris. Amerika yang semula
dijajah lantas merdeka secara politik dari Inggris, meski sesungguhnya Amerika
dan Inggris sama-sama sekular.
Ketersesatan
sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti dalam
sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad
Soebarjo, dan M. Yamin telah memenangkan kompetisi politik melawan kelompok
Islam dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim,
dan Abikoesno Tjokrosoejoso. (Anshari, 1997:42). Jadilah Indonesia
sebagai negara sekular.
Karena sudah sekular, dapat
dimengerti mengapa berbagai bentuk pemikiran liberal sangat potensial untuk
dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di bidang politik, ekonomi,
atau pun agama. Dalam bidang ekonomi, liberalisme ini mewujud dalam bentuk
sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu
sebuah organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan pribadi (private
ownership), perekonomian pasar (market economy), persaingan (competition),
dan motif mencari untung (profit). (Ebenstein & Fogelman,
1994:148). Dalam bidang politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi
liberal yang meniscayakan pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak
pandangannya dan selalu mengagungkan kebebasan individu. (Audi, 2002:47). Dalam
bidang agama, liberalisme mewujud dalam modernisme (paham
pembaruan), yaitu pandangan bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah
nilai-nilai peradaban Barat.[7]
2.4. Kondisi Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
Meskipun
Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk.
Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai
dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor
yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1.
Setelah
pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah
dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2.
Defisit yang
harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3.
Indonesia hanya
mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan
memukul perekonomian Indonesia.
4.
Politik keuangan
Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh
Belanda.
5.
Pemerintah
Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi
kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6.
Belum memiliki
pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan
dana yang diperlukan secara memadai.
7.
Situasi keamanan
dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan
gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8.
Tidak stabilnya
situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk
operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9.
Kabinet terlalu
sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan
tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
2.5. Gangguan Politik Liberal Dalam Proses
Perkembangannya
Selain
gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh Pemerintah dalam beberapa
bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa terjadi kemunduran[8].
Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain dalam bidang:
a. Politik
Politik
sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya, sehingga
berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi panglima ini.
Lembaga seperti DPR dan Konstituante hasil PEMILU merupakan forum utama
politik, sehingga persoalan ekonomi kurang mendapat perhatian.
Pemilihan
umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena umur kabinet
pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan. Setelah Peristiwa 17 Oktober
1952, pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya. Dalam suasana liberal,
PEMILU diikuti oleh puluha partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI
pun ikut serta sebagai pemilih.
Pada
tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib. Ada
empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan
PKI.
Namun
pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan hasil
seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi
pemerintahan, sedangkan konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga
dapat menghasilkan UUD baru untuk menggantikan UUDS.
Politik
Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai anggota PBB ke-60
(27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan pemerintah Indonesia
terhadap Pemerintah Belanda tentang Irian Jaya ( Papua ) tidak memperoleh
penyelesaian yang memuaskan, seperti telah tercantum dalam persetujuan KMB,
sehingga secara sepihak Pemerintah Indonesia membatalkan perjanjian tersebut
dengan UU No. 13 Tahun 1956. Sumbangan positif Indonesia dalam dunia
Internasional adalah dikirimkannya tentara Indonesia dalam United Nations
Amergency Forces (UNEF) untuk menjaga perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini
diberi nama Garuda I dan diberangkatkan Januari 1957.
b. Ekonomi
Untuk
menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan mengadakan
sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp. 5,00
ke atas dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan setengahnya lagi
merupakan obligasi. Bari tindakan tersebut Pemerintah dapat menarik peredaran
uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk menekan inflasi.
Pemerintah
juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk mengimbangi
import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE yang dapat
diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah membatasinya sampai
32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan perekonomian, akhirnya
peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah
kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang bertugas menyusun
rencana pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
(1959). Tetapi peningkatan belum juga terjadi, karena labilnya politik dan
inflasi yang mengganas. Pemerintah juga cenderung bersikap konsumtif. Jaminan
emas menurun , sehingga rupiah merosot.
c. Sosial
Partai
Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa (ormas),
khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-ekonomi yang kian
merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk dalam pemerintahan
karena dapat menguasai massa. PKI makin berkembang, dalam Pemilu tahun 1955
dapat merupakan salah satu dari empat besar dan kegiatannya ditingkatkan yang
mengarah pada perebutan kekuasaan (1965).
d. Budaya
Meskipun
banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam bidang
budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah
membuka banyak universitas yang disebarkan di daerah.
Prestasi
lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas (Thomas Cup)
Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan ini berhasilmemperoleh
piala tersebut (Juni 1958). Selain itu juga Indonesia berhasil menyelenggarakan
Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.
Karena
wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah peraturan dari
pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan Lingkungan
Maritim Tahun 1939, yang menyebutkan wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung
tiga mil laut diukur dari garis rendah pulau-pulau dan bagian pulau yang
merupakan wilayah daratannya. Peraturan ini dinilai sangat merugikan bangsa
Indonesia. Karena itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13 Desember
1957 yang juga disebut sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah Perairan
Indonesia.
Indonesia
juga membuat peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan tentang batas
wilayah perairan yang boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini tertuang dalam
Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969.
Pemerintah Indonesia mengadakan perjanjian dengan negara-negara tetangga tentang
batas-batas Landas Kontinen agar kelak tidak terjadi kesalahpahaman.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kata Demokrasi berasal dari Yunani, yaitu demos, yang berarti
rakyat, dan kratos, yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi
ialah rakyat yang berkuasa Liberalisme ialah falsafah
yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi. Seseorang
yang menerima fahaman liberalisme dipanggil seorang liberal. Walau
bagaimanapun, maksud perkataan liberal mungkin berubah mengikut konteks
sesebuah negara.
Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke
Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda.
Prinsip negara sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun
1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama,
artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
3.2. Saran
Saran
dari penulis kepada pembaca adalah kita harus selalu mengamati
perkembangan-perkembangan yang terjadi di Indonesia diantaranya perkembangan
Politik Liberal di Indonesia, dan selalu mengkaji akan hal tersebut. Seperti
halnya pepatah yang dikatakan oleh Soekarno “Jas Merah” yang artinya jangan
sekali-kali melupakan Sejarah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Coady, C. A. J. Distributive Justice, A Companion to
Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and Pettit,
Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan
politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang
tertinggi."- Lord Acton
Deliar
Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
Diksi
ini didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik
Barat, FISIP UI.
Michael Scott Christofferson "An Antitotalitarian
History of the French Revolution: François Furet's Penser la Révolution
française in the Intellectual Politics of the Late 1970s" (in French Historical
Studies, Fall 1999)
Miriam
Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi (Jakarta :
PT Gramedia, 1984)
Mochtar Lubis (penyunting). Demokrasi Klasik dan
Modern (terj. The Demokracy Reader : Classic and Modern Speeches, Essay, Poems,
Declaration, and Document of Freedom and Human Right Worldwide oleh Diane
Ravitch and Abigail Thernstrom (editor). (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
Oxford Manifesto dari Liberal International:
"Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang
sejati.
Piero Gobetti La Rivoluzione liberale. Saggio sulla lotta
politica in Italia, Bologna, Rocca San Casciano, 1924
Sukarna.
Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
[1] Miriam Budiardjo (penyunting).
Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi (Jakarta : PT Gramedia, 1984)
[2] Adams, Ian, Ideologi Politik Mutakhir (Political
Ideology Today), Penerjemah Ali Noerzaman, (Yogyakarta : Penerbit Qalam),
2004
[3]
Al-Qashash, Ahmad, Usus Al-Nahdhah
Al-Rasyidah, (Beirut : Darul Ummah), 1995
[4]
Anshari, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22
Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia
(1945-1949), (Jakarta : Gema Insani Press), 1997
[5] Noer,
Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,
(Jakarta : LP3ES), 1991
[6] Piero Gobetti La Rivoluzione liberale. Saggio sulla lotta
politica in Italia, Bologna, Rocca San Casciano, 1924
[7]
Miriam
Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi (Jakarta :
PT Gramedia, 1984)
[8]
Ahmad
Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
DOWNLOAD FILE DI SINI
suwon mas.
BalasHapuswah... ini infonya sangat bermanfaat... thanks yah....
BalasHapus