ETIKA WAWANCARA
A. Wawancara
Wawancara sangat
penting dalam dunia jurnalistik. Wawancara merupakan proses pencarian data
berupa pendapat/pandangan/pengamatan seseorang yang akan digunakan sebagai
salah satu bahan penulisan karya jurnalistik.
B. Wawancara vs reportase
Apakah wawancara sama
dengan reportase? Jawabnya adalah tidak. Reportase memiliki ruang lingkup yang
jauh lebih luas dari wawancara, sedangkan wawancara adalah salah satu teknik
reportase.
C. Jenis-jenis Wawancara
1. Man
in the street interview. Untuk mengetahui pendapat umum masyarakat terhadap
isu/persoalan yang akan diangkat jadi bahan berita.
2. Casual
interview. Wawancara mendadak. Jenis wawancara yang dilakukan tanpa
persiapan/perencanaan sebelumnya.
3. Personality
interview. Wawancara terhadap figure-figur public terkenal. Atau orang yang
memiliki kebiasaan/prestasi/sifat unik, yang menarik untuk diangkat sebagai
bahan berita.
4. News
interview. Wawancara untuk memperoleh informasi dari sumber yang mempunyai
kredibilitas atau reputasi di bidangnya.
D. Wawancara yang Baik
Agar tugas wawancara
kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal - antara lain -
sebagai berikut:
1. Lakukanlah
persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline
wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai
sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.
2. Taatilah
peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara
tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap
norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita
dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.
3. Jangan
mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi
sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju
dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat,
sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah. Contoh yang
baik: "Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan
iklim demokrasi itu sendiri, Pak?" Contoh yang lebih baik lagi:
"Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan
iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?" Contoh yang tidak
baik: "Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi
itu sendiri, Pak."
4. Hindarilah
menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang
khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.
5. Ungkapkanlah
pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk
menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan
mencerna ucapan si pewawancara.
6. Hindari
pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita
sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan
terakhir yang didengarnya.
7. Pewawancara
hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber.
Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan
ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber "buka mulut".
Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa
mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan materi wawancara.
8. Pewawancara
juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara
memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua
belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal
lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses
wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di
waktu-waktu yang akan datang.
9. Jika
kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu,
bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian.
Seperti kata pepatah, "Jangan bicara tentang kucing di depan seorang
pecinta anjing".
10. Bagi
seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers kampus dan sebagainya,
kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya bukan wawancaranya itu
sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber. Agar kita dapat menemui
nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan perjuangan dan kiat-kiat yang
kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu caranya adalah rajin bertanya kepada
orang-orang yang dekat dengan nara sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin
mengenai nara sumber tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat villanya, jam
berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan sebagainya.
E. Etika Wawancara seorang Wartawan
Etika wawancara adalah
sebuah metode untuk melakukan wawancara dengan cara yang baik. Dengan berpegang
pada etika wawancara, nara sumber akan lebih terbuka dalam proses wawancara.
Tak jarang, wartawan memperoleh data tambahan, bila nara sumber merasa nyaman
saat proses wawancara.
Etika wawancara dasar
yang dilakukan seorang wartawan adalah mengidentifikasikan diri dengan
menyebutkan nama diri dan nama organisasi. Hal ini adalah etika wawancara yang
dilakukan, terutama untuk wawancara resmi. Selanjutnya, jangan lupa untuk
menjelaskan maksud wawancara. Dengan demikian terjadi saling terbuka antara
pewawancara dengan narasumber.
Etika wawancara
selanjutnya adalah jika membuat janji bertemu dengan narasumber, datanglah tepat
waktu. Jangan biarkan narasumber menunggu. Ingat bahwa kita membutuhkan
informasi dari narasumber. Datang terlambat dapat menimbulkan kesan buruk
kepada narasumber. Selain itu, mengakibatkan hilangnya kesempatan mendapatkan
informasi penting yang kita inginkan. Apalagi bila narasumber memiliki jadwal
yang sangat padat. Misalnya, narasumber hanya dapat ditemui pada saat itu,
karena ia berdomisili di negara yang berbeda. Atau, ternyata narasumber sering
bepergian ke luar negeri dan jarang sekali pulang ke tanah air.
Pada saat wawancara,
hormati permintaan narasumber bila suatu keterangan tidak ingin dipublikasikan
(off the record). Keterangan yang
diminta untuk tidak dipublikasikan, biasanya bila hal itu memang belum
fix atau belum menyeluruh. Sehingga narasumber khawatir, informasi yang belum
lengkap itu justeru menimbulkan permasalahan baru.
Hormati pula permintaan
nara sumber bila nama dan kedudukannya tidak ingin disebutkan. Narasumber yang
tidak ingin disebut identitasnya disebut Sumber Anonim. Namun, menuliskan
sumber anonim tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa Kriteria Sumber
Anonim yang harus dipenuhi. Dengan menerapkan etika wawancara, informasi yang
diharapkan akan mudah digali. Semoga bermanfaat.
1.
Ada
bebarapa etika wawancara yang perlu diperhatikan seorang jurnalis, antara lain
:
a) Datanglah
tepat waktu jika sudah membuat janji dengan narasumber untuk mewawancarainya di
satu lokasi
b) Perhatikan
penampilan anda. Wartawan memang tidak bergaji besar, karena kalau mau kaya
jangan jadi wartawan. Tapi hal itu jangan menjadi penghalang untuk menjaga
penampilan tetep rapid an sopan, tidak kumel. Ada juga anggapan, penampilan
anda mewakili media anda.
c) Perkenalkan
diri kepada narasumber dengan mendahulukan menyebut nama, baru kemudian media
tempat anda bekerja.
d) Jangan
memulai langsung wawancara, tapi pergunakanlah waktu awal pertemuan anda dengan
narasumber untuk berbincang ringan. Sentuhlah hatinya denga hal-hal yang
menarik baginya, membuat dirinya merasa orang yang memang patut dijadikan
narasumber, dan hal-hal lain diluar topik wawancara yang dapat mencairkan
suasana (ice breaking). Sehingga ketika wawancara dimulai anda akan mudah
berinteraksi dan mendapatkan hasil wawancara sesuai dengan target dan harapan.
e) Sampaikan
masalah yang akan ditanyakan, sehingga narasumber tahu alasan dirinya dijadikan
narasumber. Sebaiknya narasumber dihubungi terlebih dahulu lewat telepon agar
narasumber dapat mempersiapkan dirinya dengan baik.
f) Mulailah
dengan pertanyaan ringan (untuk narasumber yang punya banyak waktu), namun to
the point untuk narasumber tertentu. Makanya perlu juga ditanyakan ke
narasumber anda, apakah memiliki waktu yang longgar atau tidak.
g) Jangan
bertanya dengan gaya bicara, bahasa tubuh dan poin pertanyaan yang bersifat
interogatif atau terkesan memojokkan narasumber, sehingga menjadikan narasumber
seperti maling atau terdakwa di persidangan dan membuat dia menjadi tidak
nyaman.
h) Hindari
juga pertanyaan yang sifatnya menggurui. Jangan menganggap narasumber anda
kelasnya di bawah anda (merasa lebih tahu masalahnya) dan jangan juga anda
sebagai pewawancara rendah diri atau merasa bahwa anda lebih bodoh dari
narasumber. Tempatkanlah narasumber setara dengan anda sebagai pewawancara,
sehingga wawancara anda bisa mengalir dengan baik seperti berbincang dengan
lawan bicara yang seimbang dan anda dengan mudah akan dapat menggali
informasi-informasi yang diperlukan.
i)
Dengarkan dengan baik jawaban yang
disampaikan narasumber. Jangan sampai mengajukan pertanyaan yang intinya sama,
namun dengan bentuk kalimat yang berbeda. Hindari perkataan “Saya kan sudah
jawab tadi pertanyaan itu”. Hal ini akan mengesankan anda bodoh dan tidak
menguasai masalah. Ujungnya akan membuat narasumber kesal dan tidak nyaman.
Akhirnya hasil wawancara yang anda dapatkan jauh dari harapan.
j)
Boleh menyela apabila narasumber lari
dari topik yang dibicarakan, namun selalah dengan sopan. Paling bagus anda
menyelanya dengan pertanyaan yang mengarahkan kembali ke topik yang sedang
dibicarakan, sehingga anda terkesan smart dan menguasai masalah.
k) Anda
dapat mengajukan pertanyaan baru yang muncul dari penjelasan narasumber. Hal
ini sering terjadi dalam setiap wawancara.
l)
Setelah seluruh pertanyaan diajukan,
jangan lupa memberikan kesempatan kepada narasumber untuk menjelaskan hal-hal
yang mungkin belum ditanyakan.
m) Usai
wawancara, sampaikan ucapan terima kasih kepada narasumber dan sampaikan juga
nomor kontak yang narasumber bisa hubungi.
n) Hormati
permintaan narasumber untuk tidak mempublish poin jawaban-jawaban yang
disampaikannya (off the record) dan hormati juga bila nama, jabatan, atau
identitasnya tidak ingin disebut.
2. Sopan santun saat wawancara
Sopan santun saat
wawancara mempunyai penilaian tersendiri untuk sang bos. Etika saat wawancara
secara garis besar seperti ini. Ketika anda masuk ruangan ketuklah pintu
ruangan ucapkan salam selamat pagi, siang malam dll. Senyumlah dengan hangat
tanpa berlebihan. sebelum wawancara anda juga mempersiapkan pakaian anda,
pakailah pakaian yang rapi dan bersih dan tidak bau kalau perlu pakai minyak
wangi tetapi jangan berlebihan. Bau badan, bau mulut dijaga jangan sampai
masalah sepele akan menggagalkan anda ketika wawancara.
Ketika berhadapan
dengan pewancara jabatlah erat tangan dan beri sedikit penekanan ini menandakan
anda adalah orang yang terbuka. Tataplah mata pewancara jangan menunduk ini
menandakan anda kurang percaya diri. Pandangan mata juga harus sopan. Posisi
duduk biasa jangan aneh-aneh kalau bisa anda menirukan gaya pewawancara
contohnya ketika dia sandaran kekursi anda ikut sandaran kalau geser kesamping
mulailah pelan-pelan menggeser kesamping. hal ini bermanfaat secara psykologis
orang yang kebiasaannya sama cenderung bisa lebih akrab sehingga anda mempunyai
peluang untuk diterima kerja. Nada bicara saat wawancara jangan datar dan
monoton berilah intonasi atau penekanan untuk hal-hal yang penting, sesuaikan
volume suara jangan terlalu keras dan atau terlalu lambat.
F.
Wawancara Dalam Praktek Klinis
1. Assessment –
Oriented Interview
·
Interview ini dilakukan pada awal
pertemuan pada saat klien datang pertama kali.
·
Tujuannya untuk memperjelas pemahaman
klinisi terhadap permasalahan klien dalam usahanya untuk merencanakan pemberian
treatment selanjutnya.
2. Therapeutic
Interview
·
Interview ini dirancang untuk
memfasilitasi pemahaman klien terhadap dirinya sehingga dapat mempengaruhi
keinginannya untuk berubah, baik perasaan atau perilakunya.
·
Walaupun terdapat perbedaan, tapi fokus
utama keduanya tetap pada masalah dan kebutuhan klien.
·
Pada awalnya, ketika seorang klien
datang ke sebuah klinik untuk mendapatkan treatment psikologis tertentu, maka
dia harus melalui serangkaian prosedur asesmen yang meliputi: intake interview,
diagnostic interview, social-history interview dan tes-tes psikologis. Hasil
yang diperoleh kemudian digabungkan untuk menentukan terapi berikutnya. Hal
tersebut menjadi kurang efektif.
·
Agar lebih efektif, semua kegiatan
tersebut disatukan dalam suatu proses yang disebut initial interview.
v Initial
interview dilakukan di awal pertemuan dengan tujuan:
1) Untuk
membangun hubungan interpersonal (membina rapport, kepercayaan, kesan, dsb).
Hal tersebut diperlukan untuk keberhasilan proses transaksi klinis selanjutnya.
2) Untuk
memperoleh informasi tentang klien dan masalahnya. Hal tersebut diperlukan
untuk ketepatan asesmen.
3) Untuk
memberikan informasi kepada klien tentang sistem atau prose klinis yang akan
berlangsung, program-program lanjutan, kondisi terapi, biaya dan semacamnya.
4) Untuk
mendukung usaha-usaha klien dalam usahanya memperbaiki dirinya. Jika
diperlukan, bisa dilakukan proses terapi.
v Dalam
asesmen, interview merupakan sarana utama untuk mengeksplorasi perasaan,
kesadaran dan masalah yang dihadapi klien.
v Interview
menghasilkan informasi tentang: situasi kehidupan, berbagai hubungan dengan
orang lain yang bermakna, prestasi dan kegagalan, hal-hal yang membahagiakan
dan yang membuat frustrasi, nilai-nilai, harapan-harapan, ketakutan-ketakutan
dalam hidup, dsb.
v Apa
yang diucapkan dan dilakukan klien tergantung pada kenyataan yang dialaminya
selama dalam situasi klinis, dalam arti mengenai harapan dan persepsi klien
terhadap hubungan klinis tersebut.
v Respon
klien ditentukan oleh kualitas stimulus dan perilaku yang ditunjukkan klinisi.
Klinisi adalah seorang observer-partisipant dan sekaligus seorang aktor.
Sumber
data dalam interview adalah:
1) Pernyataan
klien; mendiskripsikan karakteristik perasaan dan masa lalunya.
2) Perilaku
yang menyertainya; biasanya tidak disengaja dan tidak disadari. Misalnya: suara
yang bergetar, tangan yang dikepalkan, dsb.
3) Reaksi-reaksi
yang disebabkan karena stimulus dari klinisi. Misalnya kelihatan terganggu
dengan sikap yang kurang simpatik dari klinisi.
v Tugas
klinisi saat interview:
1) Mencatat
atau mengingat cerita klien
2) Mengobservasi
perilaku klien
3) Mengases
pengaruh tindakan-tindakannya terhadap apa yang dia lihat dan dia dengar dari
klien.
Untuk menjalankan tugas
tersebut diperlukan skill, sensitivitas dan fleksibilitas dari klinisi.
·
Interview adalah percakapan yang
bertujuan (Bingham & Moore, 1924 dalam Korchin, 1976).
·
Tujuan interview klinis: untuk memahami
klien dengan teliti dari awal hingga akhir dalam rangka mengurangi
penderitaannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dog, S. D. Ballistics
in a Modern Context. Paper read at conference on Psychology of Risk.
(University of West Cheam, June, 1998).
Sudrajat, Ahmad. 2012. Interview of "Interview"
on his home, Jl. Mertapada 20.
Amin, Ahmad, Etika Wawancara Jakarta : Bulan Bintang, 1991.
Ahmad, A. Kasim, Pendidikan Bahasa Indonesia, Jakarta:
Depdikbud, 1990.
Abrashi. Athiyah. M, Dasar-dasar Wawancara , Jakarta : Bulan
Bintang, 1974.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWawancara sebagai wartawan atau reportase tentu berbeda dengan wawancara saat melamar pekerjaan di kantor. Ada etikanya juga agar respondennya betah di wawancara ya..
BalasHapusKalau melihat wawancara di TV, nampaknya tidak terlalu sulit, tapi ternyata perlu trik dan tips juga etika agar wawancara berjalan dengan lancar.
BalasHapus