Pages

Rabu, 14 Agustus 2013

ETIKA WAWANCARA


ETIKA WAWANCARA
A.    Wawancara
Wawancara sangat penting dalam dunia jurnalistik. Wawancara merupakan proses pencarian data berupa pendapat/pandangan/pengamatan seseorang yang akan digunakan sebagai salah satu bahan penulisan karya jurnalistik.

B.     Wawancara vs reportase
Apakah wawancara sama dengan reportase? Jawabnya adalah tidak. Reportase memiliki ruang lingkup yang jauh lebih luas dari wawancara, sedangkan wawancara adalah salah satu teknik reportase.

C.    Jenis-jenis Wawancara
1.      Man in the street interview. Untuk mengetahui pendapat umum masyarakat terhadap isu/persoalan yang akan diangkat jadi bahan berita.
2.      Casual interview. Wawancara mendadak. Jenis wawancara yang dilakukan tanpa persiapan/perencanaan sebelumnya.
3.      Personality interview. Wawancara terhadap figure-figur public terkenal. Atau orang yang memiliki kebiasaan/prestasi/sifat unik, yang menarik untuk diangkat sebagai bahan berita.
4.      News interview. Wawancara untuk memperoleh informasi dari sumber yang mempunyai kredibilitas atau reputasi di bidangnya.

D.    Wawancara yang Baik
Agar tugas wawancara kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal - antara lain - sebagai berikut:
1.      Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.
2.      Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.
3.      Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah. Contoh yang baik: "Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?" Contoh yang lebih baik lagi: "Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?" Contoh yang tidak baik: "Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak."
4.      Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.
5.      Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.
6.      Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.
7.      Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber "buka mulut". Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.
8.      Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.
9.      Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, "Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing".
10.  Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers kampus dan sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya bukan wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber. Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu caranya adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang dekat dengan nara sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin mengenai nara sumber tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat villanya, jam berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan sebagainya.

E.     Etika Wawancara seorang Wartawan
Etika wawancara adalah sebuah metode untuk melakukan wawancara dengan cara yang baik. Dengan berpegang pada etika wawancara, nara sumber akan lebih terbuka dalam proses wawancara. Tak jarang, wartawan memperoleh data tambahan, bila nara sumber merasa nyaman saat proses wawancara.
Etika wawancara dasar yang dilakukan seorang wartawan adalah mengidentifikasikan diri dengan menyebutkan nama diri dan nama organisasi. Hal ini adalah etika wawancara yang dilakukan, terutama untuk wawancara resmi. Selanjutnya, jangan lupa untuk menjelaskan maksud wawancara. Dengan demikian terjadi saling terbuka antara pewawancara dengan narasumber.
Etika wawancara selanjutnya adalah jika membuat janji bertemu dengan narasumber, datanglah tepat waktu. Jangan biarkan narasumber menunggu. Ingat bahwa kita membutuhkan informasi dari narasumber. Datang terlambat dapat menimbulkan kesan buruk kepada narasumber. Selain itu, mengakibatkan hilangnya kesempatan mendapatkan informasi penting yang kita inginkan. Apalagi bila narasumber memiliki jadwal yang sangat padat. Misalnya, narasumber hanya dapat ditemui pada saat itu, karena ia berdomisili di negara yang berbeda. Atau, ternyata narasumber sering bepergian ke luar negeri dan jarang sekali pulang ke tanah air.
Pada saat wawancara, hormati permintaan narasumber bila suatu keterangan tidak ingin dipublikasikan (off the record). Keterangan yang  diminta untuk tidak dipublikasikan, biasanya bila hal itu memang belum fix atau belum menyeluruh. Sehingga narasumber khawatir, informasi yang belum lengkap itu justeru menimbulkan permasalahan baru.
Hormati pula permintaan nara sumber bila nama dan kedudukannya tidak ingin disebutkan. Narasumber yang tidak ingin disebut identitasnya disebut Sumber Anonim. Namun, menuliskan sumber anonim tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa Kriteria Sumber Anonim yang harus dipenuhi. Dengan menerapkan etika wawancara, informasi yang diharapkan akan mudah digali. Semoga bermanfaat.
1.        Ada bebarapa etika wawancara yang perlu diperhatikan seorang jurnalis, antara lain :

a)      Datanglah tepat waktu jika sudah membuat janji dengan narasumber untuk mewawancarainya di satu lokasi
b)      Perhatikan penampilan anda. Wartawan memang tidak bergaji besar, karena kalau mau kaya jangan jadi wartawan. Tapi hal itu jangan menjadi penghalang untuk menjaga penampilan tetep rapid an sopan, tidak kumel. Ada juga anggapan, penampilan anda mewakili media anda.
c)      Perkenalkan diri kepada narasumber dengan mendahulukan menyebut nama, baru kemudian media tempat anda bekerja.
d)     Jangan memulai langsung wawancara, tapi pergunakanlah waktu awal pertemuan anda dengan narasumber untuk berbincang ringan. Sentuhlah hatinya denga hal-hal yang menarik baginya, membuat dirinya merasa orang yang memang patut dijadikan narasumber, dan hal-hal lain diluar topik wawancara yang dapat mencairkan suasana (ice breaking). Sehingga ketika wawancara dimulai anda akan mudah berinteraksi dan mendapatkan hasil wawancara sesuai dengan target dan harapan.
e)      Sampaikan masalah yang akan ditanyakan, sehingga narasumber tahu alasan dirinya dijadikan narasumber. Sebaiknya narasumber dihubungi terlebih dahulu lewat telepon agar narasumber dapat mempersiapkan dirinya dengan baik.
f)       Mulailah dengan pertanyaan ringan (untuk narasumber yang punya banyak waktu), namun to the point untuk narasumber tertentu. Makanya perlu juga ditanyakan ke narasumber anda, apakah memiliki waktu yang longgar atau tidak.
g)      Jangan bertanya dengan gaya bicara, bahasa tubuh dan poin pertanyaan yang bersifat interogatif atau terkesan memojokkan narasumber, sehingga menjadikan narasumber seperti maling atau terdakwa di persidangan dan membuat dia menjadi tidak nyaman.
h)      Hindari juga pertanyaan yang sifatnya menggurui. Jangan menganggap narasumber anda kelasnya di bawah anda (merasa lebih tahu masalahnya) dan jangan juga anda sebagai pewawancara rendah diri atau merasa bahwa anda lebih bodoh dari narasumber. Tempatkanlah narasumber setara dengan anda sebagai pewawancara, sehingga wawancara anda bisa mengalir dengan baik seperti berbincang dengan lawan bicara yang seimbang dan anda dengan mudah akan dapat menggali informasi-informasi yang diperlukan.
i)        Dengarkan dengan baik jawaban yang disampaikan narasumber. Jangan sampai mengajukan pertanyaan yang intinya sama, namun dengan bentuk kalimat yang berbeda. Hindari perkataan “Saya kan sudah jawab tadi pertanyaan itu”. Hal ini akan mengesankan anda bodoh dan tidak menguasai masalah. Ujungnya akan membuat narasumber kesal dan tidak nyaman. Akhirnya hasil wawancara yang anda dapatkan jauh dari harapan.
j)        Boleh menyela apabila narasumber lari dari topik yang dibicarakan, namun selalah dengan sopan. Paling bagus anda menyelanya dengan pertanyaan yang mengarahkan kembali ke topik yang sedang dibicarakan, sehingga anda terkesan smart dan menguasai masalah.
k)      Anda dapat mengajukan pertanyaan baru yang muncul dari penjelasan narasumber. Hal ini sering terjadi dalam setiap wawancara.
l)        Setelah seluruh pertanyaan diajukan, jangan lupa memberikan kesempatan kepada narasumber untuk menjelaskan hal-hal yang mungkin belum ditanyakan.
m)    Usai wawancara, sampaikan ucapan terima kasih kepada narasumber dan sampaikan juga nomor kontak yang narasumber bisa hubungi.
n)      Hormati permintaan narasumber untuk tidak mempublish poin jawaban-jawaban yang disampaikannya (off the record) dan hormati juga bila nama, jabatan, atau identitasnya tidak ingin disebut.

2.       Sopan santun saat wawancara
Sopan santun saat wawancara mempunyai penilaian tersendiri untuk sang bos. Etika saat wawancara secara garis besar seperti ini. Ketika anda masuk ruangan ketuklah pintu ruangan ucapkan salam selamat pagi, siang malam dll. Senyumlah dengan hangat tanpa berlebihan. sebelum wawancara anda juga mempersiapkan pakaian anda, pakailah pakaian yang rapi dan bersih dan tidak bau kalau perlu pakai minyak wangi tetapi jangan berlebihan. Bau badan, bau mulut dijaga jangan sampai masalah sepele akan menggagalkan anda ketika wawancara.
Ketika berhadapan dengan pewancara jabatlah erat tangan dan beri sedikit penekanan ini menandakan anda adalah orang yang terbuka. Tataplah mata pewancara jangan menunduk ini menandakan anda kurang percaya diri. Pandangan mata juga harus sopan. Posisi duduk biasa jangan aneh-aneh kalau bisa anda menirukan gaya pewawancara contohnya ketika dia sandaran kekursi anda ikut sandaran kalau geser kesamping mulailah pelan-pelan menggeser kesamping. hal ini bermanfaat secara psykologis orang yang kebiasaannya sama cenderung bisa lebih akrab sehingga anda mempunyai peluang untuk diterima kerja. Nada bicara saat wawancara jangan datar dan monoton berilah intonasi atau penekanan untuk hal-hal yang penting, sesuaikan volume suara jangan terlalu keras dan atau terlalu lambat.
F. Wawancara Dalam Praktek Klinis
1. Assessment – Oriented Interview
·         Interview ini dilakukan pada awal pertemuan pada saat klien datang pertama kali.
·         Tujuannya untuk memperjelas pemahaman klinisi terhadap permasalahan klien dalam usahanya untuk merencanakan pemberian treatment selanjutnya.

2.      Therapeutic Interview
·         Interview ini dirancang untuk memfasilitasi pemahaman klien terhadap dirinya sehingga dapat mempengaruhi keinginannya untuk berubah, baik perasaan atau perilakunya.
·         Walaupun terdapat perbedaan, tapi fokus utama keduanya tetap pada masalah dan kebutuhan klien.
·         Pada awalnya, ketika seorang klien datang ke sebuah klinik untuk mendapatkan treatment psikologis tertentu, maka dia harus melalui serangkaian prosedur asesmen yang meliputi: intake interview, diagnostic interview, social-history interview dan tes-tes psikologis. Hasil yang diperoleh kemudian digabungkan untuk menentukan terapi berikutnya. Hal tersebut menjadi kurang efektif.
·         Agar lebih efektif, semua kegiatan tersebut disatukan dalam suatu proses yang disebut initial interview.
v  Initial interview dilakukan di awal pertemuan dengan tujuan:
1)      Untuk membangun hubungan interpersonal (membina rapport, kepercayaan, kesan, dsb). Hal tersebut diperlukan untuk keberhasilan proses transaksi klinis selanjutnya.
2)      Untuk memperoleh informasi tentang klien dan masalahnya. Hal tersebut diperlukan untuk ketepatan asesmen.
3)      Untuk memberikan informasi kepada klien tentang sistem atau prose klinis yang akan berlangsung, program-program lanjutan, kondisi terapi, biaya dan semacamnya.
4)      Untuk mendukung usaha-usaha klien dalam usahanya memperbaiki dirinya. Jika diperlukan, bisa dilakukan proses terapi.

v  Dalam asesmen, interview merupakan sarana utama untuk mengeksplorasi perasaan, kesadaran dan masalah yang dihadapi klien.
v  Interview menghasilkan informasi tentang: situasi kehidupan, berbagai hubungan dengan orang lain yang bermakna, prestasi dan kegagalan, hal-hal yang membahagiakan dan yang membuat frustrasi, nilai-nilai, harapan-harapan, ketakutan-ketakutan dalam hidup, dsb.
v  Apa yang diucapkan dan dilakukan klien tergantung pada kenyataan yang dialaminya selama dalam situasi klinis, dalam arti mengenai harapan dan persepsi klien terhadap hubungan klinis tersebut.
v  Respon klien ditentukan oleh kualitas stimulus dan perilaku yang ditunjukkan klinisi. Klinisi adalah seorang observer-partisipant dan sekaligus seorang aktor.
 Sumber data dalam interview adalah:
1)      Pernyataan klien; mendiskripsikan karakteristik perasaan dan masa lalunya.
2)      Perilaku yang menyertainya; biasanya tidak disengaja dan tidak disadari. Misalnya: suara yang bergetar, tangan yang dikepalkan, dsb.
3)      Reaksi-reaksi yang disebabkan karena stimulus dari klinisi. Misalnya kelihatan terganggu dengan sikap yang kurang simpatik dari klinisi.

v  Tugas klinisi saat interview:
1)      Mencatat atau mengingat cerita klien
2)      Mengobservasi perilaku klien
3)      Mengases pengaruh tindakan-tindakannya terhadap apa yang dia lihat dan dia dengar dari klien.
Untuk menjalankan tugas tersebut diperlukan skill, sensitivitas dan fleksibilitas dari klinisi.
·         Interview adalah percakapan yang bertujuan (Bingham & Moore, 1924 dalam Korchin, 1976).
·         Tujuan interview klinis: untuk memahami klien dengan teliti dari awal hingga akhir dalam rangka mengurangi penderitaannya.



DAFTAR PUSTAKA
Dog, S. D. Ballistics in a Modern Context. Paper read at conference on Psychology of Risk. (University of West Cheam, June, 1998).
Sudrajat, Ahmad. 2012. Interview of "Interview" on his home, Jl. Mertapada 20.
Amin, Ahmad, Etika Wawancara Jakarta : Bulan Bintang, 1991.
Ahmad, A. Kasim, Pendidikan Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1990.
Abrashi. Athiyah. M, Dasar-dasar Wawancara , Jakarta : Bulan Bintang, 1974.

DOWNLOAD FILE DI SINI

KHASANAH ILMU
JUJUR - MUDAH - MURAH
http://khasanahilmuu.blogspot.com/2013/08/makalah.html


3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Wawancara sebagai wartawan atau reportase tentu berbeda dengan wawancara saat melamar pekerjaan di kantor. Ada etikanya juga agar respondennya betah di wawancara ya..

    BalasHapus
  3. Kalau melihat wawancara di TV, nampaknya tidak terlalu sulit, tapi ternyata perlu trik dan tips juga etika agar wawancara berjalan dengan lancar.

    BalasHapus

 

Blogger news

Blogroll

About