BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan bangsa Indonesia.
Standar
kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan
minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi
ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi
lokal, regional, nasional, dan global.
|
Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara dengan
Bapak Drs. Abdul Wahab guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 19 Percontohan Banda
Aceh menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa kelas VII di SMP Negeri 19
Percontohan Banda Aceh berada pada tingkat yang rendah, diksi (pilihan
kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancau, alur
tuturannya pun tidak runtut dan kohesif. Ketika menjawab pertanyaan- pertanyaan
yang diajukan oleh guru seringkali siswa hanya diam. Sebagian siswa dapat
menjawab pertanyaan guru, namun hanya dengan jawaban singkat. Seringkali juga
siswa ketika menjawab pertanyaan guru, namun menggunakan bahasa daerah (bahasa
jawa kromo inggil). Para siswa mengalami kesulitan dalam mengekspresikan
pikiran dan perasaannya secara lancar, membangun pola penalaran yang masuk
akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan
interaktif pada saat berbicara.
Berdasarkan
uraian di atas, maka perlu kiranya diadakan suatu penelitian pendidikan. Dalam
hal ini penulis akan mengadakan penelitian dengan topik yang berjudul
”Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan
Berbicara Bahasa Indonesia Kelas VII di SMP
Negeri 19 Percontohan Banda Aceh”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan rumusan masalah penelitian ini, yaitu: bagaimana keterampilan berbicara siswa kelas VII
di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh setelah menggunakan pendekatan
pragmatik dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
memaparkan keterampilan berbicara siswa
kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh setelah menggunakan pendekatan pragmatik dalam kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia.
1.4. Hipotesis Penelitian
Jika pendekatan pragmatik diterapkan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
maka dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII di SMP Negeri 19
Percontohan Banda Aceh.
1.5.. Manfaat Penelitian
Secara praktis hasil yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa
Keterampilan
berbicara siswa kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh yang menjadi
subjek penelitian ini mengalami peningkatan signifikan.
2. Guru
Para
guru dapat mengetahui langkah-langkah
pendekatan pragmatik sebagai upaya dalam pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan guru di
tingkat satuan pendidikan yang lebih tinggi, seperti SMP/MTs dan SMA/SMK/MA,
diharapkan juga menggunakan hasil penelitian ini dalam upaya melakukan inovasi
pembelajaran bahasa Indonesia.
3. Lembaga yang diteliti
Penelitian
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mencapai hasil-hasil yang
optimal dalam pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh.
4. Peneliti
Penelitian
ini adalah sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan
(keilmuan) dan juga untuk menambah pengalaman.
5. Bagi Jurusan
Hasil
penelitian sangat bermanfaat dalam rangka perbaikan pembelajaran. Sedangkan
bagi dosen yang lain, hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dalam
memilih dan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk mencapai
tujuan atau kompetensi tertentu.
5. Bagi Fakultas
/ Universitas
Sebagai
wahana untuk menjalankan tugasnya dalam mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi,
yaitu melaksanakan: 1) pendidikan dan pembelajaran, 2) penelitian, dan 3)
Pengabdian kepada masyarakat. Mengingat fakultas ini memiliki tugas
menghasilkan calon-calon guru profesional di masa depan. Dengan demikian
hasilnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk mempersiapkan calon guru
di masa yang akan datang, dan juga sebagai pengembangan keilmuan dalam dunia pendidikan.
1.6. Ruang Lingkup Pembahasan
Agar pembahasan ini lebih mengarah dan
tidak menimbulkan kekeliruan atau meluasnya pembahasan, maka perlu dibatasi
masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup pembahasannya adalah
sebagai berikut:
1. Penggunaan pendekatan pragmatik dalam penelitian ini
sifatnya adalah terbatas, yaitu di dalam proses belajar mengajar pada mata
pelajaran bahasa Indonesia khususnya untuk meningkatkan keterampilan berbicara
siswa kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh;
2. Proses pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan pendekatan pragmatik untuk meningkatkan keterampilan berbicara
siswa kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan
siswa di kelas VII.
3. Inti dari penelitian ini adalah membahas tentang
keterampilan berbicara siswa kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh dalam
pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan pragmatik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Banyak
karya ilmiah yang meneliti tentang pembelajaran bahasa Indonesia, dengan tujuan
untuk meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik ataupun meningkatkan
prestasi belajar siswa. Penelitian ini bukan merupakan penelitian awal, artinya
bahwa sebelum penelitian ini sudah ada penelitian-penelitian yang mengangkat
tema atau topik yang sama. Ada beberapa contoh judul penelitian yang
peneliti temukan dari hasil karya
penelitian terdahulu sebagai pembanding, antara lain adalah: ”Pengalaman
Berinovasi Guru SMA dalam Pengajaran Bahasa Indonesia (disusun oleh Agus Gerrad Senduk pada Tahun
2005)”, dan ”Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan
Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan Timur (disusun oleh
Yones P pada tahun 2007)”, dan lain-lain.
2.1. Keterampilan Berbicara dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia
|
Pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun
tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan,
keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan
merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran
bahasa Indonesia semacam itu
diharapkan:
1.
Peserta didik
dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan
minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan
dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2.
Guru dapat
memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan
menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3.
Guru lebih
mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan
sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya;
Adapun tujuan mata pelajaran bahasa
Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.
Berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis;
2.
Menghargai dan
bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara;
3.
Memahami bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;
4.
Menggunakan
bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan sosial;
Secara
garis besar tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-anak
dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Itu berarti agar anak-anak mampu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan bahasa
Indonesia.
Melalui
harapan tersebut, pengajaran bahasa Indonesia dikelola agar anak-anak memiliki
keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia sebagai berikut:
1.
Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan;
2.
Membuat surat lamaran pekerjaan;
3.
Berbicara di depan umum atau berdiskusi;
4.
Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca;
5. Membuat karangan-karangan bebas untuk majalah,
koran, surat-surat
pembaca,
brosur-brosur, dan sebagainya.
Apa
pun bahan atau aturan-aturan bahasa yang diberikan kepada anak-anak,
dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis semacam itu. Sedangkan, ruang
lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakupi komponen- komponen kemampuan
berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa
keterampilan berbicara merupakan salah salah satu aspek kemampuan berbahasa
yang wajib dikembangkan di MI. Keterampilan berbicara memiliki posisi dan
kedudukan yang setara dengan aspek keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis.
Sementara
itu, standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia di SMP/MTsN kelas VII Semester I berdasarkan Standar Isi dalam
lampiran peraturan mendiknas nomor 18/2006 standar kompetensi keterampilan
berbicara mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTsN Kelas VII semester I adalah
mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan
melalaui menceritakan hasil pengamatan, menyampaikan pesan atau informasi,
membahas isi buku, mengkritik sesuatu,berpidato, berdiskusi, dan memerankan
drama anak. Dengan kompetensi dasarmenyampaikan pesan / informasi yang
diperoleh dari narasumber.
2.2. Hakikat Berbicara
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa berbicara adalah berkata;
bercakap; berbahasa; atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb),
atau berunding.
Sementara
itu menurut Tarigan dengan menitikberatkan pada kemampuan pembicara menyatakan
:
Berbicara
merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi terhadap kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan sebagai suatu alat
untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Hal senada juga dikemukakan oleh Mulgrave yang
menyatakan, “berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau
kata-kata untuk mengekspresikan pikiran”.
Selanjutnya
Mulgrave menyatakan,
Berbicara merupakan sistem tanda yang dapat didengar
dan dilihat yang memanfaatkan otot-otot dan jaringan otot manusia untuk mengomunikasikan
ide-ide. Berbicara juga dipahami sebagai bentuk perilaku manusia yang
memanfaatkan faktor fisik, psikis, neurologis, semantik, dan linguistik secara
ekstensif sehingga dapat digunakan sebagai alat yang sangat penting untuk
melakukan kontrol sosial.
Dari
sejumlah pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara pada hakikatnya
adalah merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk
bunyi-bunyi bahasa. Dalam konteks demikian, keterampilan berbicara bisa
dipahami sebagai keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan
penempatan jeda. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, aktivitas
berbicara dapat diekspresikan dengan bantuan mimik dan pantomimik pembicara.
Merujuk
pada pendapat tersebut penulis berpendapat, bahwa keterampilan berbicara pada
hakikatnya merupakan keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
mengucapkan kata-kata untuk menceritakan, mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain.
Keterampilan
berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP/MTsN saat ini, arah
pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa
Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Menurut Brown dan
Yule yang kemudian dikutip oleh Nunan menyatakan, “keterampilan berbicara tidak
dapat diperoleh secara begitu saja melainkan harus dipelajari dan dilatih”.
2.3. Pengertian Pragmatik
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia
terdapat kata pragmatik, pragmatis, dan pragmatisme. Kata pragmatik di dalam
kamus itu diberi makna sebagai berikut:
1.
syarat-syarat
yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi,
2.
susunan
pemerintahan, dan
3.
berfaedah untuk
umum, memberikan hasil yang berguna
untuk menambah pengerahuan dan berdasarkan kenyataan.
Menurut
Charles Morris, istilah pragmatik yang kita gunakan dalam kaitannya dengan pengajaran
bahasa berasal dari pembagian bahasa terdiri dari tiga macam, yaitu:
1. syntactics atau sintaksis, adalah kajian tentang
hubungan antara unsur-unsur bahasa,
2. semantics atau semantic, yakni kajian tentang
hubungan unsur-unsur bahasa dengan maknanya, dan
3. pragmatics atau pragmatik, yakni kajian hubungan
unsur-unsur bahasa dengan pemakai bahasa.
Menurut
Suyono yang berdasarkan pendapat dari Levinson menyatakan, “pragmatik adalah
kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan
konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu”.
Dalam kehidupan sehari-sehari sering kita
menggunakan istilah yang fragmentaris, “Engkau hendak pergi kemana?”, “Ke
pasar”. Kalimat yang fragmentaris ini biasanya hanya dipakai dalam konteks
percakapan oleh karena baik pembicara maupun pendengar telah mengetahui apa
yang dimaksud. Oleh karena kita memakai dasar konteks (bagaimana kalimat ini digunakan),
maka kita berhubungan dengan bidang kajian pragmatik.
Kegiatan berbahasa secara aktual adanya sangat
kompleks. Pada saat kita menggunakan bahasa itu banyak faktor yang harus
diperhatikan agar wujud bahasa yang dihasilkan bisa diterima oleh orang lain
dan dapat menyampaikan pesan secara efisien dan efektif. Kegiatan berbahasa
dalam peristiwa komunikatif menurut pandangan pragmatik wajib menerapkan secara
komprehensif prinsip pemakaian bahasa sebagai berikut:
1.
Penggunaan bahasa memperhatikan aneka aspek situasi ujaran;
2.
Penggunaan bahasa memperhatikan prinsip-prinsip sopan-santun;
3.
Penggunaan bahasa memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama
4.
Penggunaan bahasa memperhatikan faktor-faktor penentu tindak
komunikatif.
Pragmatik
mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang
menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan
faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Faktor-faktor tindak komunikatif itu
antara lain adalah: siapa berbicara dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam
peristiwa apa, jalur yang mana (lisan atau tulisan), dan dalam peristiwa apa
(bercakap-cakap, ceramah, atau upacara).
Suyono
mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance)
menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan bahasa secara
pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni
penggunaannya pada peristiwa komunikasi.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pragmatik pada hakikatnya mengarah kepada
perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya sesuai dengan
faktor-faktor dalam tindak komunikatif dengan memperhatikan prinsip-prinsip
penggunaan bahasa secara tepat.
2.4. Ruang Lingkup Kajian Pragmatik
Levinson menyebutkan bahwa pragmatik sebagai
bidang tersendiri dalam ilmu bahasa berobjek kajian: deiksis, implikatur,
praanggapan, pertuturan, dan struktur wacana.
Pokok kajian pragmatik tersebut akan
diulas di bawah ini.
2.4.1. Deiksis
Deiksis sebagai objek kajian pragmatik
dimaksudkan sebagai bentuk-bentuk bahasa yang tidak memiliki acuan yang tetap.
Makna bentuk-bentuk bahasa yang dikaji pragmatik ditentukan oleh konteksnya.
2.4.2. Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan merupakan salah
satu ide yang sangat penting dalam pragmatik. Implikatur percakapan pada
dasarnya merupakan suatu teori yang sifatnya
inferensial, suatu teori tentang bagaimana orang menggunakan bahasa,
keterkaitan makna suatu tuturan yang tidak terungkapkan secara literal pada tuturan
itu. Brown menjelaskan, “Implicature
means what a speaker can imply, suggest, or mean, as distinct from what the
speaker literally says”. Implikatur
percakapan berarti apa yang diimplikasikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh
penutur tidak
terungkapkan secara literal dalam tuturannya.
2.4.3. Praanggapan
Jika suatu kalimat diucapkan, selain dari
makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula
tambahan makna yang tidak dinyatakan tetapi tersiratkan dari pengucapan kalimat
itu. Pengertian inilah yang dimaksud dengan praanggapan. Kalimat yang dututurkan
dapat dinilai tidak relevan atau salah bukan hanya karena pengungkapannya yang
salah melainkan juga karena praanggapannya yang salah. Stalnaker menyatakan,
“presuppositions are what is taken by speaker to be the common ground of the
participants in a conversation”.Praanggapan adalah apa yang digunakan oleh
pembicara sebagai dasar utama bagi lawan bicara dalam percakapan.
2.5. Pragmatik sebagai Pendekatan Pengajaran Bahasa
Indonesia
Ihwal
pendekatan pragmatik dalam periodisasi sejarah pengajaran bahasa memang tidak
disebutkan secara jelas dan tegas. Akan tetapi, Bambang Kaswanti Purwo
menyamakan pendekatan pragmatik dengan pendekatan omunikatif. Bambang Kaswanti
Purwo menyatakan, “Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif lazim pula
disebut sebagai pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik”.
Pendekatan
komunikatif yang muncul pada pertengahan tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an
dilatarbelakangi oleh teori linguistik “kompetensi komunikatif”. Sebagai suatu
pendekatan, kompetensi komunikatif dalam pengajaran bahasa harus memiliki
landasan atau asumsi-asumsi teoretis,aspek-aspek tujuan, silabus, ciri-ciri
kegiatan belajar dan mengajar, peranan guru, peranan siswa, materi pelajaran,
dan prosedur pengajaran.
1. Tujuan
Pengajaran
Menurut
Richards dan Rodgers sebagaimana dikutip oleh Nuril Huda mengemukakan adanya
lima tingkatan tujuan dalam pendekatan komunikatif. Kelima tingkatan tujuan
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat
integratif dan isi. Tingkat ini mempersoalkan hakikat bahasa sebagai sarana
eskpresi.
b.
Tingkat
kebahasaan dan tingkat instrumental. Tingkat ini berkaitan dengan bahasa
sebagai sistem semiotik dan objek belajar.
c.
Tingkat tujuan
ekstrakebahasaan pendidikan umum yang berkenaan
dengan belajar
bahasa di dalam kurikulum sekolah.
2. Silabus
Silabus
nasional yang mengkhususkan kategori-kategori semantik-gramatikal dan
kategori-kategori fungsi komunikatif
yang mengekspresikan kebutuhan siswa, merupakan salah satu model silabus
yang diusulkan dalam pendekatan komunikatif.
3. Kegiatan
Belajar dan Mengajar
Jenis
praktik dan kegiatan yang sesuai dengan pendekatan komunikatif tidaklah
terbatas. Setiap praktik atau pelatihan harus dapat memungkinkan siswa mencapai
tujuan komunikatif yang tercantum dalam kurikulum, mengikutsertakan siswa dalam
komunikasi, menawarkan penggunaan setiap proses komunikatif sebagai tukar
informasi, pengenalan makna, dan interaksi.
4. Peranan Siswa
Peranan siswa dalam pendekatan komunikatif
dilukiskan oleh Breen dan Candlin sebagai negosiator antara diri pribadi,
proses belajar, dan objek belajar. Artinya, apa yang dikontribusikannya harus
sama dengan apa yang diperolehnya dan ia belajar dalam ketergantungannya pada siswa-siswa
lainnya.
5. Peranan Guru
Sebagaimana dikemukakan oleh Breen dan
Candlin ada dua peranan utama guru dalam pengajaran berpendekatan komunikatif,
yaitu:
a.
Guru sebagai
pemberi kemudahan proses komunikasi antara semua yang terlibat di kelas, dan
antara mereka yang terlibat dengan berbagai kegiatan dan teks.
b.
Guru sebagai
seorang yang terlibat secara mandiri dalam kelompok belajar mengajar.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada
subyek penelitian, yang sangat diutamakan adalah mengungkap makna, yakni makna
dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan
prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Bogdan dan Biklen dalam bukunya Wahidmurni bahwa ciri-ciri pendekatan
kualitatif ada lima macam yaitu: menggunakan latar alamiah, bersifat
deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, induktif, dan makna merupakan hal yang esensial.
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research). Penelitian tindakan kelas tersebut merupakan penelitian kualitatif,
meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, dimana uraiannya
bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata. Lebih tepatnya, rancangan
penelitian seperti itu dapat disebut penelitian deskriptif yang berorientasi
pada pemecahan masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas guru dalam
memecahkan masalah pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran.
|
Sedangkan
penelitian deskriptif menurut Mardalis adalah penelitian yang bertujuan
untuk mendiskripsikan apa-apa yang saat
ini berlaku. Didalamnya terdapat
upaya mendeskripsikan, mencatat,
menganalisis dan
menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.
3.2. Setting Penelitian
1. Lokasi Sekolah
Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh. ini
merupakan salah satu SMP Negeri yang terletak di desa Alue Blang Kota Banda
Aceh.
2. Subyek
Penelitian
Subyek
dalam penelitihan ini adalah seluruh siswa kelas kelas VII di SMP Negeri 19
Percontohan Banda Aceh Banyaknya siswa yang menjadi subjek penelitian ini
sebanyak 55 siswa.
3. Mata
Pelajaran
Penelitian
ini dilakukan pada mata pelajaran yang sesuai dengan disiplin ilmu, yaitu mata
pelajaran bahasa Indonesia aspek keterampilan berbicara pade materi pokok
berwawancara dengan narasumber dan peloporannya.
4. Karakteristik
Sekolah
Sekolah
yang peneliti tempati merupakan salah satu dari madrasah yang bertempat di desa
Alue Blang kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh yang berdiri sejak tahun 2002.
Sekolah ini mulai dibangun dan secara bertahap melengkapi sarana fasilitasnya
hingga menjadi sekolah yang layak dipakai sebagai tempat kegiatan belajar
mengajar
5. Karakteristik
Siswa
Dari hasil pengamatan peneliti dan wawancara,
kondisi kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh pada kegiatan belajar
mengajar dalam kelas belum bisa dikatakan baik. Mereka kurang begitu antusias
mengikuti pembelajaran,khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia. Siswa dikelas
VII ini cenderung ramai, tidak memperhatikan ketika proses belajar mengajar
berlangsung. Tetapi jika diajar oleh guru yang mereka senangi, maka proses
pembelajaran dapat berjalan dengan tenang dan efektif.
3.3. Data dan Sumber Data
1. Data primer
Data
primer merupakan data yang didapatkan dari orang pertama/ informan yang
mengetahui secara jelas dan rinci tentang permasalahan yang sedang diteliti.
Dalam
penelitian ini data primer berupa kata-kata, ucapan, dan prilaku subyek
penelitian yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia di kelas VII di SMP Negeri 19 Percontohan Banda Aceh.
2. Data sekunder
Data
sekunder adalah data yang bersumber dari dokumen-dokumen berupa catatan,
perekaman data-data, dan foto-foto yang dapat digunakan sebagai data pelengkap.
Data skunder dalam penelitian ini diperoleh dari bagian tata usaha.
3.4. Prosedur Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data menurut Wolcoott sebagaimana yang dikutip oleh Nana Syaodih
Sukmadinata dalam metode penelitian tindakan disebut sebagai strategi pekerjaan
lapangan primer, yaitu melalui pengalaman, pengungkapan, dan pengujian.
Untuk
memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode antara
lain:
1. Observasi
Observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Yang dilakukan waktu pengamatan adalah
mengamati gejala-gejala sosial dalam kategori yang tepat, mengamati
berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu seperti alat
pencatat, formulir dan alat mekanik.
2. Pengukuran
Test Hasil Belajar
Pengukuran test hasil belajar ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara
siswa dengan melihat nilai yang diperoleh oleh siswa.
3. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara
dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.
4. Metode Dokumentasi
Tidak
kalah penting dari metode-metode lain adalah metode dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.
3.5.. Tehnik Analisis Data
Analisis
data adalah proses yang memerlukan usaha secara formal untuk
mengidentifikasikan tema-tema dan menyusun hipotesa-hipotesa (gagasan-gagasan)
yang ditampilkan oleh data, serta upaya untuk menunjukkan bahwa tema dan
hipotesa tersebut didukung oleh data.
Kriteria
keberhasilan hasil belajar ditentukan dengan cara melihat adanya peningkatan
persentase siswa yang tuntas belajar yaitu persentase siswa yang tuntas pada
siklus I lebih dari persentase siswa yang tuntas pada pra tindakan, dan
persentase siswa yang tuntas pada sikus II lebih dari persentase siswa yang
tuntas pada siklus I. Siswa dikatakan tuntas belajar jika mendapatkan skor ≥
65. Perhitungan persentase siswa yang tuntas belajar sebagai berikut :
Keterangan :
P
= persentase siswa yang tuntas belajar
n
= banyak siswa yang tuntas belajar
N
= banyak siswa keseluruhan
Selain
terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar, juga harus memenuhi
kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu ≥ 70% siswa harus tuntas
belajar.
3.6. Tahapan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada empat
tahapan yang perlu dilakukan yaitu;
tahap pra
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap
pelaporan data.
1. Tahap pra
lapangan
Pada tahap ini yang harus dilakukan
peneliti adalah:
a.
Menyusun
rancangan penelitian, yang menurut Lexy Moleong disebut dengan usulan
penelitian
b.
Memilih lapangan
c.
Mengurus
perizinan
d.
Menjajaki dan
menilai keadaan lapangan
e.
Memilih dan
memanfaatkan informasi
f.
Menyiapkan
perlengkapan penelitian
g.
Memperhatikan
etika penelitian
2. Tahap
pekerjaan lapangan
Pada tahap pekerjaan lapangan ini ada
tiga langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu:
a.
Memahami latar
penelitian dan persiapan diri
b.
Memasuki lapangan
c.
Berperanserta
sambil mengumpulkan data
Langkah-langkah
penelitian kelas mengacu pada model spiral dari Kammis dan Taggart. Pada model
ini terdapat empat tahapan yang terdiri dari perencanaan (planning),
pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting).
DAFTAR PUSTAKA
Agus Gerrad Senduk.
2005. Pengalaman Berinovasi Guru SMA
dalam Pengajaran Bahasa Indonesia (studi
deskriptif kualitatif tentang Implementasi Inovasi Pragmatik). http// www.yahoo.com
Arikunto, Suharsimi.
1998. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta
Bambang Kaswanti Purwo.
1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Badan Standar Nasional
Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: BSNP
Chaedar Alwasilah,
Furqanul Azies. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Djogo Tarigan. 1990.
Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung: Angkasa
Crystal, David,
1989. The Cambridge of Encyclopedia of Language.
Cambridge: Cambridge University Press
Kanisius. 1990.
Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta
Kridalaksana. 1996.
Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah
Kunjawa Rahardi. 2008.
Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indosesia.Jakarta: Erlangga.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar