BAB
I
PENDAHULUAN
Setiap
masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan – perubahan, yang
dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula
perubahan – perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada
pula perubahan – perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan
dengan cepat. Perubahan – perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang
yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu
dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada
waktu yang lampau.
Para
sosiolog pernah mengadakan klasifikasi antara masyarakat – masyarakat statis
dan dinamis. Masyarakat yang statis dimaksudkan masyarakat yang sedikit sekali
mengalami perubahan dan berjalan lambat. Masyarakat yang dinamis adalah
masyarakat – masyarakat yang mengalami berbagai perubahan yang cepat. Jadi
setiap masyarakat, pada suatu masa depan dianggap sebagai masyarakat yang
statis. Sementara itu, pada masyarakat lainnya, dianggap sebagai masyarakat
yang dinamis.
Perubahan dalam
masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu. Namun, dewasa ini perubahan –
perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepatnya sehingga membingungkan
manusia yang menghadapinya, yang sering berjalan secara konstan. Ia memang
terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi, karena sifatnya yang berantai,
perubahan terlihat berlangsung terus, walau di selingi keadaan di mana
masyarakat menagadakan reorganisasi struktur yang terkena perubahan.[1]
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pembatasan Pengertian
1. Definisi
Para sosiolog maupun antropolog
telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan pengertian perubahan – perubahan
social dan kebudayaan. Supaya tidak timbul kekaburan, pembicaraan akan di
batasi lebih dahulu pada perubahan – perubahan social
2. Teori
– teori Perubahan Sosial
Pitirim A. Sorokin berpendapat
bahwa segenap usaha untuk mengemukakan adanya suatu kecenderungan yang tertentu
dan tetap dalam perubahan – perubahan sosial tidak akan berhasil baik. Dia
meragukan kebenaran akan adanya lingkaran – lingkaran perubahan sosial
tersebut. Akan tetapi, perubahan – perubahan tetap ada dan yang paling penting
adalah lingkaran terjadinya gejala – gejala sosial harus dipelajari karena
denga jalan tersebut barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi.
Untuk
mendapatkan hasil sebagaimana yang diharapkan, hubungan antara kondisi dan
faktor – faktor tersebut harus di teliti terlebih dahulu. Penelitian yang
objektif akan dapat memberikan hukum - hukum umum perubahan sosial dan
kebudayaan. Di samping itu, juga harus di perhatikan waktu serta tempatnya
perubahan – perubahan tersebut berlangsung.
B. Hubungan antara Perubahan Sosial
dan Perubahan Kebudayaan
Ruang lingkup
perubahan keebudayaan lebih luas. Sudah barang tentu ada unsur - unsure
kebudayaan yang dapat di pisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan – perubahan
dalam kebudayaan tidak perlu memengaruhi system sosial. Seorang sosiolog akan
lebih memperhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari
organisasi sosial, serta memengaruhinya. Pendapat tersebut dapat di kembalikan
pada pengertian sosiolog tentang masyarakat dan kebudayaan.
Sebenarnya di
dalam kehidupan sehari – hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak
grafis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan dan sebaliknya
tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan
demikian walaupun secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian –
pengertian tersebut di rumuskan, di dalam kehidupan nyata, garis pemisah
tersebut sukar dapat di pertahankan. Hal yang jelas adalah perubahan –
perubahan sosial dan kebudayaan mampunyai suatu aspek yang sama, yaitu kedua
bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara – cara baru atau suatu perbaikan
dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuan – kebutuhannya.
Pada dewasa ini
proses – proses pada perubahan – perubahan sosial dapat diketahui dari adanya
ciri - ciri tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Tidak
ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami
perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.[2]
2. Perubahan
yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan di ikuti dengan
perubahan – perubahan pada lembaga – lembaga sosial lainnya.
3. Perubahan
– perubahan tidak dapat di batasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual
saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat
kuat
C. Beberapa Bentuk Perubahan Sosial
dan Kebudayaan
1. Perubahan
Lambat dan Perubahan Cepat
a. Unilinear
Theories of Evolution
Teori ini pada pokoknya berpendapat
bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap – tahap
tertentu, bermula dari bentuk yang sederhana, kemudian bentuk yang kompleks
sampai pada tahap yang sempurna.
b. Universal
theory of evolution
Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap – tahap tertentu yang
tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu
garis evolusi yang tertentu.
c. Mulitilined
theories of evolution
Teori ini lebih menekankan pada
penelitian – penelitian tarhadap tahap – tahap perkembangan tertentu dalam
evolusi masyarakat, misalnya mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan
system pencaharian dari system berburu ke pertanian, terhadap system kekeluargaan
dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya.
2. Perubahan
Kecil dan Perubahan Besar
Agak sulit untuk merumuskan masing – masing
pengertian tersebut di atas karena batas – batas pembedaannya sangat relatif.
Sebagai pegangan dapatlah di katakan bahwa perubahan – perubahan kecil
merupakan perubahan – perubahan yang terjadi pada unsur – unsur struktur sosia
yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.[3]
3. Perubahan
yang Di kehendaki atau perubahan yang Direncanakan dan Perubahan yang Tidak
Dikehendaki atau Perubahan yang Tidak Direncanakan
Perubahan yang
dikehendaki atau di rencanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang
telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak – pihak yang hendak mengadakan
perubahan di dalam masyarakat.[4]
Pihak – pihak yang menghendaki perubahan di namakan agent of change, yaitu
seseorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai
pemimpin satu atau lebih lembaga – lembaga kemasyarakatan.
Konsep perubahan
yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki tidak mencakup paham apakah
perubahan – perubahan tadi diharapkan atau tidak di harapkan oleh masyarakat.
Pada umumnya sulit mengadakan ramalan tentang terjadinya perubahan – perubahan
yang tidak dikehendaki. Karena proses tersebut biasanya tidak hanya merupakan
akibat dari satu gejala sosial saja, tetapi dari berbagai gejala sosial
sekaligus.
Perubahan yang
dikehendaki merupakan suatu teknik sosial yang oleh Thomas dan Znaniecki
ditafsirkan sebagai suatu proses yang di berupa perintah dan larangan. Artinya,
menetralisasikan suatu keadaan krisis dengan suatu akomodasi untuk melegakan
hilangnya keadaan yang tidak di kehendaki atau berkembangnya suatu keadaan yang
di kehendaki. Legalisasi tersebut di laksanakan dengan tindakan – tindakan
fisik yang bersifat arbitrative.[5]
D. Faktor – faktor Yang menyebabkan
Perubahan Sosial dan Kebudayaan
1. Bertambah
atau Berkurangnya Penduduk
Pertambahan penduduk yang sangat
cepat di pulau jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat,
terutama lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Missal, orang lantas mengenal hak
milik infividual atas tanah, sewa tanah , gadai tanah, bagi hasil dan
selanjutnya, yang sebelumnya tidak kenal.
Berkurang
penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kita atau dari
daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi). Pada masyarakat – masyarakat
yang mata pencaharian utamanya berburu, perpindahan seringkali dilakukan, yang
tergantung dari persediaan hewan – hewan buruannya. Apabila hewan – hewan
tersebut habis, mereka akan berpindah ke tempat – tempat lainnya.
2. Penemuan
– penemuan Baru
Suatu proses
sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang
tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau innovation.[6]
Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru
yang tersebar ke lain – lain bagian masyarakat, dan cara – cara unsur
kebudayaan baru tadi di terima, di pelajari, dan akhirnya dipakai dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Apabila di
telaah lebih lanjut perihal penemuan – penemuan baru, terlihat ada beberapa faktor
pendorong yang di punyai masyarakat. Bagi individu pendorong tersebut adalah
antara lain :
a. Kesadaran
individu – individu akan kekurangan dalam kebudayaannya;
b. Kualitas
ahli – ahli dalam suatu kebudayaan;
c. Perangsang
bagi aktivitas – aktivitas penciptaan dalam masyarakat.[7]
Di samping
penemuan – penemuan baru di bidang unsur – unsur kebudayaan jasmaniah, terdapat
pula penemuan – penemuan baru di bidang unsur – unsur kebudayaan rohaniah.
Misalnya ideology baru, aliran – aliran kepercayaan yang baru, system hukum
yang baru dan seterusnya.
3. Pertentangan
Masyarakat
Pertentangan masyarakat
mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan.
Pertentangan – pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok
atau perantara kelompok dengan.
Pertentangan
antara kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda.
Pertentangan – pertengan demikian itu kerap kali terjadi, apalagi pada
masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ketahap modern.
4. Terjadinya
Pemberontakan atau Revolusi
a. Sebab
– sebab yang berasal dari lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia
Terjadinya gempa bumi, topan,
banjir besar, dan lain – lain mungkin menyebabkan masyarakat – masyarakat yang
mnendiami daerah – daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat
tinggalnya.
Sebab
yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang – kadang di timbulkan oleh
tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya penggunaan tanah secara
sembrono tanpa memperhitungkan kelestrarian humus tanah, penebangan hutan tanpa
memikirkan penanaman kembali, dan lain sebagainya.
b. Peperangan
Peperangan
dengan Negara lain dapat menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan karena
biasanya Negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya pada Negara yang
kalah. Contohnya adalah Negara – Negara yang kalah dalam Perang Dunia Kedua
banyak sekali mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya.
c. Pengaruh
Kebudayaan Masyarakat Lain
Apabila
sebab – sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin terjadi
karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya.
Apabila
salah satu dari kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih
tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi, yaitu peniruan terhadap unsur
– unsur kebudayaan lain. Mula – mula unsur – unsur tersebut di tambahkan pada
kebudayaan asli. Akan tetapi, lambat laun unsur – unsur kebudayaan aslinya di
ubah dan dig anti oleh unsur – unsur kebudayaan asing tersebut.
E. Faktor – faktor yang mempengaruhi
Jalannya Proses Perubahan
1. Faktor
– faktor yang mendorong Jalannya Proses Perubahan
a. Kontak
dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang menyangkut
hal ini adalah diifusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur – unsur
kebudayaan dari individu kepada individu lain, dan dari satu masyarakat ke
masyarakat lain. Dengan proses tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan –
penemuan baru yang telah di hasilkan.
b. System
pendidikan formal yang maju
Pendidikan mengajarkanan aneka
macam kemampuan kepada individu. Pendidikan memberikan nilai – nilai tertentu
bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal – hal baru
dan juga bagaimana cara berfikir secara ilmiah.
c. Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan – keinginan untuk maju
Apabila sikap tersebut melembaga
dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha – usaha penemuan
baru.
d. Toleransi
terhadap perbuatan – perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan
merupakan delik.
e. System
terbuka lapisan masyarakat
System terbuka memungkinkan adanya
gerak sosial vertical yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para
individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri.
f. Penduduk
yang heterogen
Pada masyarakat yang terdiri dari
kelompok – kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan ras
ideology yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya pertentangan –
pertentangan yang mengundang kegoncangan – kegoncangan.
2. Faktor
– faktor yang menghalangi Terjadinya Perubahan
a. Kurangnya
hubungan dengan masyarakat lain
Kehidupan terasing menyebabkan
sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan – perkembangan apa yang terjadi
pada masyarakat lain yang mungkin akan dapat memperkaya kebudayaanya sendiri.
b. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan yang terlambat
Hal ini mungkin di sebabkan hidup
masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama di jajah
oleh masyarakat lain.
c. Sikap
masyarakat yang sangat tradisional
Suatu sikap yang mengagung – agung
kan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tak
dapat di ubah menghambat jalannya proses perubahan.
d. Adanya
kepentingan – kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests
Dalam setiap organisasi social yang
mengenai system lapisan, pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati
kedudukan perubahan – perubahan.
F.
Proses
– proses Perubahan Sosial dan Kebudayaan
1. Penyesuaian
Masyarakat terhadap Perubahan
Keserasian atau harmoni dalam
masyarakat merupakan keadaan yang di idamkan setiap masyarakat. Keserasian
masyarakat di maksudkan sebagai suatu keadaan di mana lembaga – lembaga
kemasyarakatan yang pokok benar – benar berfungsi dan saling mengisi.[8]
2. Saluran
– saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Saluran – saluran perubahan social
dan kebudayaan merupakan saluran – saluran yang dilalui oleh suatu proses
perubahan. Umumnya saluran – saluran tersebut adalah lembaga – lembaga
kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi,
dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi titik tolak, tergantung
pada cultural focud masyarakat pasa suatu masa yang tertentu.
3. Disorganisasi
dan Reorganisasi
a. Pengertian
Organisasi
merupakan aetikulasi dari bagian – bagian yang merupakan suatu kesatuan
fungsional. Tubuh manusia, misalnya, terdiri dari bagian – bagian yang masing –
masing mempunyai fungsi dalam rangka hidupnya seluruh tubuh manusia sebagai
suatu kesatuan. Apabila seseorang sedang sakit, bias dikatakan salah satu
bagian tubuhnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, secara
keseluruhan bagian – bagian tubuh manusia tadi merupakan keserasian yang
fungsional.
b. Suatu
Gambaran Mengenai Disorganisasi dan Reorganisasi
Gambaran mengenai disorganisasi dan
reorganisasi dalam masyarakat pernah di lukiskan oleh William. I. Thomas dan
Florian Znaniecki dalam karya klasiknya yang berjudul The Polist Peasant in
Europe and Amerika.
Pada
masyarakat tradisional, aktivitas seseorang sepenuhnya berada di bawah
kepentingan masyarakat. Segala sesuatu di dasarkan pada tradisi dan setiap
usaha untuk mengubah satu unsure saja. Itu berarti bahwa sedang ada usaha untuk
mengubah struktur masyarakat seluruhnya. Struktur dianggap sesuatu yang suci,
tak dapat di ubah – ubah dengan drastis dan berjalan lambat sekali. Perubahan
dari suatu masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat yang modern akan
mengakibatkan pula perubahan dalam jiwa setiap anggota masyarakat itu.
c. Ketidakserasian
Perubahan – perubahan dan Ketertinggalan Budaya
Pada masyarakat yang sedang
mengalami perubahan tidak selalu perubahan – perubahan pada unsur - unsur masyarakat dan kebudayaan mengalami
kelainan yang seimbang.
Ada
unsur- unsur yang dengan cepat berubah, tetapi ada pula unsur – unsur yang
sukar untuk berubah. Biasanya unsur – unsur kebudayaan kebendaan lebih mudah
berubah daripada unsur – unsur kebudayaan rohaniah.
G. Arah Perubahan
Apa bila
seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui ke arah mana
perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Hal yang jelas adalah perubahan
bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan
faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali
baru, mungkin pula bergerak kearah suatu yang sudah ada di dalam waktu yang
lampau.[9]
Jauh sebelum
orang Belanda dating ke Indonesia, orang Jawa telah mempunyai lemabaga-lembaga
pendidikan tradisonalnya. Dalam cerita – cerita wayang, sering di ceritakan
bahwa guru yang bijaksana, mengumpulkan kaum muda sebagai cantriknya di tempat
kediamannya serta mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya untuk dapat hidup
sebagai warga masyarakat yang baik. Cantrik – cantrik tersebut hidup bersama –
sama dengan guru mereka dalam pondok – pondok, dimana mereka bekerja untuk
kelangsungan hidupnya dan kehidupan gurunya, sambil menerima ajaran – ajaran
sang guru di sela – sela pekerjaan sehari – hari. System tersebut berlangsung
berabad – abad lamanya, baik waktu pengaruh Hindu, Buddha maupun Islam masuk,
hingga kini.
Dari gejala
tersebut di atas, tidaklah dapat disimpulkan bahwa madrasah dan pesantren –
pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan akan terdesak oleh lembaga –
lembaga pendidikan yang secular.
H. Modernisasi
1. Pengantar
Modernisasi dan aspirasi – aspirasi
modernisasi mungkin merupakan persoalan menarik yang dewasa ini merupakan
gejala umum di dunia ini. Kebanyakan masyarakat di dunia dewasa ini terkait
pada jaringan meodernisasi, baik yang baru memasukinya, maupun yang sedang
meneruskan tradisi modernisasi. Secara historis, modernisasi merupakan suatu
proses perubahan yang menuju pada tipe system – system social, ekonomi, dan
politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke –
17 sampai pada abad ke – 19. Sistem social yang baru ini kemudian menyebar ke
Negara – Negara eropa lainnya serta juga ke Negara – Negara Amerika Selatan,
Asia, dan Afrika pada abad ke – 19 dan 20 ini.
2. Pengertian
Proses medernisasi mencakup proses
yang sangat luas. Kadang – kadang batas – batasnya tak dapat di tetapkan secara
mutlak. Mungkin di suatu daerah tertentu, modernisasi mencakup pemberantasan
buta huruf, di lain tempat proses tadi mencakup usaha – usaha penyemprotan rawa
– rawa dengan DDT untuk mengurangi sumber – sumber penyakit malaria atau
mungkin juga diartikan sebagai usaha membangun pusat – pusat tenaga listrik.
Modernisasi
merupakan suatu bentuk perubahan social. Biasanya merupakan perubahan sosial
yang terarah yang didasarkan pada perencanaan yang biasa dinamakan dengan
social planning. Modernisasi merupakan sesuatu persoalan yang harus di hadapi
masyarakat yang bersangkutan karena prosesnya meliputi bidang – bidang yang
sangat luas, menyangkut proses disorganisasi, problema – problema sosial,
konflik antarkelompok, hambatan – hambatan terhadap perubahan, dan sebagainya.
3. Disorganisasi,
Transformasi, dan Proses Dalam Modernisasi
Disorganisasi adalah proses
berpudarnya atau melemahnya norma – norma dan nilai – nilai dalam masyarakat
karena adanya perubahan. Perwujudan disorganisasi yang nyata adalah timbulnya
masalah – masalah sosial. Masalah sosial dapat dirumuskan sebagai penyimpangan
terhadap norma – norma kemasyarakatan yang merupakan persoalan bagi masyarakat
pada umumnya.
4. Beberapa
Syarat Modernisasi
Modernisasi
pada hakikatnya mencakup bidang – bidang yang sangat banyak. Dalam abad social
change ini mau tidak mau modernisasi harus di hadapi masyarakat. Bidang yang
akan diutamakan oleh suatu masyarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa
yang memimpin masyarakat tersebut. Namun demikian, modernisasi hamper pasti
pada awalnya akan mengakibatkan disorganisasi dalam masyarakat. Apalagi
disorganisasi mulai menyangkut nilai – nilai masyarakat dan norma – norma
masyarakat. Proses yang terlalu cepat serta yang tidak mengenal istirahat hanya
akan mengakibatkan disorganisasi yang terus – menerus karena masyarakat tidak
pernah sempat untuk mengadakan reorganisasi.
Modernisasi tidak sama dengan reformasi yang
menekankan pada faktor – faktor
rehabilitasi. Modernisasi bersifat preventif dan konstruktif, dan agar
proses tersebut tidak mengarah pada angan – angan, sebaliknya modernisasi harus
dapat memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat ke arah waktu –
waktu yang mendatang.[10]
Syarat
– syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut :
1. Cara
berfikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat.
Hal ini menghendaki suatu system
pendidikan dan pengajaran yang terencana dan baik
2. System
administrasi Negara yang baik, yang benar – benar mewujudkan birokrasi
3. Adanya
system pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu lembaga
atau badan tertentu.
Hal ini memerlukan penelitian yang
kontinu agar data tidak tertinggal
4. Penciptaan
iklim yang favorable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaa
alat – alat komunikasi massa.
Hal ini harus di lakukan tahap demi
tahap karena banyak sangkut pautnya dengan system kepercayaan masyarakat
5. Tingkat
organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak
berarti pengurangan kemerdekaan.
6. Sentralisasi
wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial
Apabila itu tidak dilakukan,
perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan – kekuatan dari kepentingan –
kepentingan yang ingin mengubah perencanaan tersebut demi kepentingan suatu
golongan kecil dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Wibert E. Moore, “Sociale
Verandering”, dalam Social Change, di terjemahkan oleh A. Basoski, Prisma
Boeken. Utrecth, Antwepen, 1965 hlm. 10
Ankie M. Hoogvelt, The sociology of
Developing Societies. (London : The Macmillan Press Ltd, 1976), hlm 9
Koentjaraningrat, pengantar
Antropologi, (Jakarta : Penerbit Universitas, 1965), hlm. 135 dan seterusnya.
Suhardi, Sri Sunarti.
2009.Sosiologi 3. Jakarta: Pusat Perbukuan, DepartemenPendidikan Nasional.
Laning, Vina Dwi. 2009.Sosiologi. Jakarta:
Pusat Perbukuan, DepartemenPendidikan Nasional.
Kessing, Roger.M. 1981. Antropologi
Budaya (Suatu Perspektif Kontemporer). Erlangga. Jakarta.
Widagdho, Djoko. 2003. Ilmu Budaya
Dasar. Bumi Aksara. Jakarta.
[1] Wibert E. Moore, “Sociale
Verandering”, dalam Social Change, di terjemahkan oleh A. Basoski, Prisma
Boeken. Utrecth, Antwepen, 1965 hlm. 10
[2]
Ankie M. Hoogvelt, The sociology of Developing Societies. (London : The
Macmillan Press Ltd, 1976), hlm 9
[3]
Wilbert E. Moore, op.cit., hlm. 72 dan seterusnya
[4]
Selo Soemardjan, op.cit., hlm. 381 dan seterusnya.
[5]
Ibid., hlm. 388.
[6]
Koentjaraningrat, pengantar Antropologi, (Jakarta : Penerbit Universitas,
1965), hlm. 135 dan seterusnya
[7]
Ibid., hlm. 137
[8]
Selo Soemardjan, op.cit., hlm. 383
[9]
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soermadji, op.cit., hlm. 490
Tidak ada komentar:
Posting Komentar