Pages

Rabu, 14 Agustus 2013

Perusahaan Jasa


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  . Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini, jumlah maskapai penerbangan Indonesia bertumbuh cukup pesat. Data statistik menunjukkan sampai akhir tahun 2004, di Indonesia terdapat 15 maskapai penerbangan yang melayani rute domestik dan 5 di antara maskapai penerbangan ini melayani rute internasional. Jasa transportasi udara makin digemari karena memudahkan pergerakan antar daerah dan negara dalam waktu yang relatif singkat. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penumpang pesawat udara (domestik dan internasional) pada tahun 2004 yang menggunakan fasilitas bandar udara Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma saja meningkat sebesar 33,08% jika dibandingkan dengan tahun 2003.
          Kebutuhan akan jasa transportasi udara yang meningkat ini disertai dengan permintaan akan jasa pelayanan penyedia makanan (jasa boga) bagi maskapai maskapai penerbangan. Layanan jasa boga ini lebih dikenal dengan nama inflight catering. Inflight caterer (penyedia jasa boga) mengolah bahan-bahan makanan menjadi makanan siap saji yang nantinya makanan ini akan dikonsumsi oleh penumpang pengguna jasa maskapai penerbangan. Inflight caterer pada dasarnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam perdagangan makanan.
          Perdagangan produk-produk makanan memiliki resiko-resiko tersendiri, hal ini disebabkan karena bahan makanan merupakan bahan yang cepat rusak (perishable product) sehingga membutuhkan penanganan tertentu. Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan umumnya, mutu makanan yang diproduksi merupakan salah satu unsur utama yang menentukan masa depan perusahaan. Selain itu konsumen juga merupakan unsur penting dalam menentukan strategi pemasaran dan menjadikan perusahaan berorientasi kepada perubahan pasar (market oriented) (Bendell, Boulter dan Kelly, 1995 dalam Assauri).
       Jasa katering untuk maskapai penerbangan, berbeda dengan jasa katering restoran (Emirates Catering, 2004). Perbedaan ini dapat dilihat dari: Jeda waktu (time lag): untuk katering maskapai penerbangan, terdapat jeda waktu yang panjang antara masa makanan diproduksi dan penyampaian produk ke konsumen sampai makanan tersebut dikonsumsi, hal ini tidak terjadi di restoranrestoran.
       Fasilitas: pesawat terbang memiliki fasilitas terbatas untuk mengelola makanan, baik ruang lingkup kerja, ruang penyimpanan dan peralatan-peralatan dapur apabila dibandingkan dengan dapur sebuah restoran.
1.2. Perumusan Masalah
PT Aerowisata Catering Service (PT ACS) merupakan perusahaan penyedia jasa katering pertama dan terbesar di Indonesia. PT ACS menyediakan pelayanan jasa katering untuk perusahaan penerbangan domestik maupun internasional. Berbeda dengan perusahaan katering yang lain, PT ACS tidak berhadapan langsung dengan konsumen yang mengkonsumsi makanan yang diproduksi. Sebagai inflight caterer, konsumen yang dihadapi PT ACS adalah maskapai penerbangan yang menyewa jasa PT ACS. Sedangkan yang mengkonsumsi produk makanan yang diproduski oleh PT ACS adalah konsumen yang menggunakan jasa maskapai penerbangan.
         Perencanaan bahan baku membantu perusahaan untuk memastikan agar perusahaan tidak kekurangan bahan baku selama menu yang diinginkan konsumen berjalan. Saat menu tidak dipakai lagi maka bahan baku pun tidak dibutuhkan lagi, perencanaan bahan baku membantu perusahaan agar tidak mengalami kelebihan bahan baku. Jeda waktu antara setelah makanan di produksi sampai makanan dikonsumsi panjang, makanan yang diproduksi harus memiliki daya tahan khususnya terhadap bakteri Dari keunikan jasa pengolahan makanan ini, timbul beberapa pertanyaan :
·      Bagaimanakah manajemen persediaan yang diterapkan oleh perusahaan?
·     Bagaimanakah proses pembelanjaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan?
·      Faktor-faktor apakah yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan daftar belanja  bahan baku?
·      Faktor-faktor apa yang diperhatikan oleh perusahaan untuk mengawasi mutu produk yang diproduksi?

1.3. Tujuan
·         Membandingkan sistem manajemen yang diterapkan oleh PT ACS dengan teori-teori manajemen persediaan
·         Mengkaji bentuk kegiatan proses pembelanjaan bahan baku yang dijalankan PT ACS
·         Mengidentifikasi faktor-faktor pembelanjaan bahan baku
·         Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diterapkan dalam mempertahankan mutu produk.
Hal ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna terhadap efisiensi dan efektivitas sistem pengadaan bahan baku PT ACS, kepada pembaca dan masyarakat dapat memberikan gambaran mengenai perusahaan penyedia jasa boga maskapai penerbangan (Inflight Catering). Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebagai bahan perbandingan bagi penelitian sejenis dalam bidangnya.
1.4. Visi dan Misi
Visi dan Misi PT Aerowisata:
  • Visi;
    “The most preferred Indonesian hospitality business group”.
  • Misi;
    Misi yang diemban PT Aerowisata di dalam mencapai visi bisnis terdiri atas 3 (tiga) pernyataan:
(1)   “Menyediakan dan menawarkan solusi profesional untuk memenuhi  kebutuhan dan keinginan segmen-segmen hospitality yang profitable akan produk dan jasa yang berkualitas, inovatif dan berkesinambungan”.
(2) “Menjaga dan meningkatkan hubungan kepercayaan bisnis kepada seluruh segmen customer dan client Aerowisata” (“Maintain and develop trustee relationship to all business group client or customer segment”).
(3) “Memberikan nilai tambah dan hasil yang optimal kepada seluruh stakeholders” (“Deliver value added and optimal return to all stakeholders”).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Maskapai Penerbangan dan Jasa Katering
              Maskapai penerbangan pertama kali dibentuk setelah Perang Dunia I (1914-1918) oleh kumpulan veteran pilot militer di Amerika dan Eropa. Tujuan utama adalah untuk menghantar surat-surat dan dokumen-dokumen antar daerah dan negara. Kemudian berkembang menjadi alat tranportasi untuk penumpang dan dokumen (kargo). Pada awalnya tidak ada tempat khusus untuk penumpang sehingga di dalam pesawat penumpang harus bersedia untuk bercampur dengan kargo. Setiap penerbangan penumpang harus berbagi makanan dengan pilot, makannya hanya berupa roti lapis dan setermos kopi (Parrot,1996) 
           Dengan disertai perkembangan teknologi industri aviasi, pesawat moderen saat ini dilengkapi dengan fasilitas tempat duduk dan toilet untuk penumpang. Pesawat terbang menjadi alat transpotasi yang umum dipakai oleh penumpang. Penumpang menjadi prioritas utama karena kondisi ini menjanjikan keuntungan bagi perusahaan penerbangan. Untuk lebih menarik konsumen, perusahaan penerbangan melengkapi pelayanan jasa transportasi salah satunya dengan menu makanan yang menarik menyerupai restoran-restotan terkenal. Dining in the air (Restoran di Udara) menjadi tren buat kalangan ekonomi kelas atas.
          Jasa katering untuk maskapai penerbangan kemudian dibentuk di akhir tahun 1930-an hampir secara serentak di Amerika dan Eropa, perusahaanperusahaan inimuncul karena pihak maskapai penerbangan menilai bahwa penyediaan makanan ini akan lebih efisien dan relatif lebih murah apabila dihibahkan ke pihak lain di luar maskapai penerbangan. Perkembangan industri ini agak terhambat dikarenakan Perang Dunia II (1939-1945), namun temuantemuan baru di bidang teknologi penerbangan berkembang pesat yang pada akhirnya menyokong industri layanan jasa penerbangan pasca perang, yang menuntut permintaan yang lebih tinggi lahi terhadap penyediaan jasa katering. (Haynes, 1992).

2.2 Gambaran umum inflight caterer (jasa katering maskapai penerbangan)
            Istilah katering biasanya digunakan untuk menjelaskan keseluruhan proses kegiatan memasak, mulai dari persiapan bahan makanan, pengolahan dan penyajian dan juga meliputi penyedian alat transportasi dan penghantaran. Industri jasa katering maskapai penerbangan bertujuan utama untuk menyediakan makanan dan minuman kepada maskapai penerbangan untuk dikonsumsi oleh penumpang selama penerbangan. Produk makanan dan minuman dipersiapkan dan dikelola di dapur khusus kemudian dipindahkan ke bandara udara untuk kemudian dimuat ke pesawat. Semua makanan dan peralatan dan siap untuk diberangkatkan tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan yang disebabkan oleh masalah katering merupakan masalah yang harus dihindari oleh penyedia jasa penerbangan (Mc Cool, 1995).
          Industri penyedia jasa katering saat ini merupakan pasar yang sangat kompetitif khususnya karena maskapai-maskapai penerbangan saat ini sering mengubah ketentuan-ketentuan menu makanannya. Perusahan penyedia jasa katering harus mendiversifikasikan fasilitas produksinya dan terus berinovasi untuk mengikuti perkembangan ini. Selain menyediakan makanan dan minuman perusahaan katering   beberapa barang persediaan dan peralatan yang dimiliki perusahaan penerbangan, pihak katering bertanggung jawab terhadap beberapa hal yang menyertai penyediaan makanan dan minuman. Seperti:
1.      Bongkar muat peralatan makan dari penerbangan sebelumnya. Bongkar muat ini meliputi kereta makan , troli, kotak muatan peralatan makan, sisa makanan dan sisa minuman serta sampah.
2.      Mengatur aliran semua peralatan makan yang digunakan selama penerbangan, begitu peralatan makan di bongkar dari pesawat secepatnya dicuci dan dibersihkan untuk kemudian dipersiapkan untuk penerbangan berikutnya. Dengan terbatasnya persediaan peralatan makan berlogo maskapai penerbangan tertentu, pihak katering harus berusaha sedemikian rupa supaya mereka tetap memiliki persediaan peralatan makan yang bersih setiap saat.
3.      Pengaturan/disain nampan makanan yang berbeda tiap kelas untuk kelas eksekutif, kelas bisnis dan kelas ekonomi.
Menurut Mc Cool, industri jasa katering (inflight caterer) merupakan industri yang unik karena industri ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Tidak adanya kontak langsung antara penumpang pesawat yang mengkonsumsi makanan dengan orang yang menyiapkan makanan tersebut.
2.      Konsumen yang menggunakan jasa katering ini bukanlah konsumen yang mengkonsumsi produk akhir.
3.      Pemilihan menu yang disediakan pada industri ini sangat bergantung kepada kondisi pasar dan laporan kebiasaan makan konsumen.
                 Bidang usaha yang dilakukan oleh inflight catering adalah melayani jasa boga dan kebutuhan Inflight Service material untuk baik penerbangan domestik maupun internasional, jenis jasa yang ditawarkan adalah:
·      Makanan : hot meal, cold meal, buah-buahan, sayuran segar, snack dan lain-lain.
·      Minuman : jus buah-buahan, minuman ringan, minuman mengandung alkohol, es batu dan penyediaan air minum alami.
·      Inflight Service material: barang-barang keperluan toilet, majalah .
·      Galley service: pengangkutan makanan ke dalam pesawat dan penyimpanan makanan di dalam pesawat serta sebaliknya.
·      Bar exchange: melakukan pergantian dan penambahan kebutuhan minuman ( beralkohol) pada penerbangan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan perusahaan penerbangan.
·      Laundry (jasa binatu): menyediakan jasa pencucian seperti selimut, alas nampan, handuk kecil, taplak meja dan napkin (serbet)
·      Cabin setting: mempersiapkan seluruh kebutuhan kabin pesawat seperti, alat pendengar, dokumen penerbangan, majalah, bunga hiasan dalam pesawat.
·      Aircraft cleaning: meliputi kegiatan penggantian alas sandaran kepala, sarung bantal, pembuangan sampah, pembersihan toilet dan galley.
·      On ground service: meliputi penyediaan makanan di ruang tunggu penumpang kelas eksekutif.
·      Kegiatan di luar Inflight catering seperti: penyediaan jasa boga untuk gedung-gedung pertemuan (rapat) dan hotel.        
2.2.1 Ketenagakerjaan
        Saat ini PT ACS memiliki tenaga kerja tetap sejumlah 1351 orang dan tidak ada tenaga kerja kontrak, tenaga kerja kontrak biasanya hanya dipekerjakan untuk musim-musim tertentu seperti musim lebaran, lebaran haji dan musim liburan sekolah dimana permintaan akan jasa layanan penerbangan meningkat yang mempengaruhi permintaan akan produksi makanan. Untuk departemen Operasional, jumlah tenaga kerja pria lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja wanita, hal ini disebabkan karena tenaga kerja pria dianggap lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan jam kerja dan tuntutan jam lembur.
        Bagian Operasional bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Jam kerja dibagi-bagi (shifting) masing-masing pekerja akan bekerja selama 8 jam sehari dalam 7 hari kerja, tiap pekerja memiliki hak untuk libur selama 2 hari yang tentu saja dilakukan secara bergantian.
       
2.2.2 Fasilitas Produksi
          Produksi dilakukan di dapur, dapur dibagi atas hot kitchen, cold kitchen dan bakery/pastry. Makanan di masak di hot kitchen, kapasitas makanan yang diproduksi di hot kitchen adalah 35.000 porsi per hari. Sedangkan bagian bakery dapat memproduksi 3000 roti per shift. Untuk penyediaan air, PT ACS menggunakan air PAM. Listrik disediakan dengan menggunakan jasa PT PLN, untuk keadaan darurat, PT ACS juga memiliki 2 generator listrik. Untuk proses produksi, PT ACS juga memiliki 3 buah blast chiller untuk membantu proses pendinginan makanan yang sudah jadi.

2.2.3 Proses Produksi
          Produk yang dihasilkan oleh PT Aerowisata Catering Service berupa makanan yang nantinya akan dikonsumsi oleh penumpang selama penerbangan. Jumlah porsi makanan yang akan diproduksi sudah ditentukan satu hari sebelumnya sesuai dengan informasi yang diberikan oleh maskapai penerbangan (AMOS = Airlines Meal Order Sheet). Jumlah porsi makanan ini disesuaikan dengan jumlah penumpang yang akan diangkut oleh karenanya informasi dapat berubah sewaktu-waktu ini. Adapun proses produksi yang dilakukan dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu (Lampiran 6):
1. Proses Pembersihan dan Persiapan (pre-production)
2. Proses Pemasakan dan Pendinginan
3. Proses Pengemasan
          Proses pembersihan dan persiapan (pre-production) dimulai 12 jam sebelum jadwal keberangkatan penerbangan. Kegiatan yang dilakukan berupa pencucian bahan baku di dalam mesin untuk membersihkan bahan makanan dari kotoran, debu, logam, biji-bijian lain dan sebagainya. Cairan yang digunakan untuk pembersihan ini adalah campuran air dan klorin. Setelah dibersihkan bahan baku kemudian di tampung ke keranjang atau kereta (trolley) penampungan sesuai dengan jenisnya dan di bawa ke ruang persiaapan. Di ruang persiapan bahan baku di potong sesuai dengan ukuran kebutuhan, persiapan ini tentu saja dilakukan di ruangan yang berbeda untuk tiap jenis bahan yag dipersiapkan untuk menghindari kontaminasi bau, kimia dan kontaminasi secara fisik.

2.2.4 Pengawasan Mutu Produk Jadi
            Dalam setiap proses pemasakan dilakukan pengawasan mutu dan pemeriksaan makanan. Setelah makanan dimasak, sampel makanan diambil dan kemudian diperiksa. Pemeriksaan terhadap bahan makanan ini diutamakan kepada pemeriksaan microbiology yang berupa salmonella dan shigella, E-coli, coliform, staphylacoccus aereous, yeast (jamur), mold (kapang), bacillicus cereus.

2.3 Pengelolahan Bahan Baku
Perusahaan katering menggunakan sistem makanan beku agar makanan tetap segar dan berkualitas baik meskipun produk makanan tersebut disimpan dalam waktu yang cukup lama sebelum dikonsumsi, terutama untuk penerbangan jarak jauh. Sistem makanan beku ini pertama kali ditemukan oleh Bert Snowden (Amerika, 1945), proses produksi makanan ini disebut sistem masak beku (cookchill system).
          Dalam proses ini bahan makanan dipersiapkan jauh hari sebelum produk makanan ini dibutuhkan. Untuk keperluan penerbangan, biasanya bahan baku makanan ini disiapkan sehari lebih awal. Tahapan pertama adalah mempersiapkan bahan baku makanan untuk diproses, kemudain dimasak. Selesai dimasak, makanan yang sudah jadi secepatnya didinginkan sampai mencapai temperatur 5°C (40°F) atau lebih rendah. Sambil didinginkan, makanan ini dibagi-bagi sesuai dengan besarnya porsi individu yang diminta oleh konsumen (dalam hal ini disesuaikan dengan menu maskapai penerbangan tertentu). Pembagian ini memudahkan penanganan yang diperlukan saat menyusun nampan makanan nantinya.
        
2.4 Sistem Penyimpanan Bahan Baku
         Menurut Dittmer (2002), sistem penyimpanan bahan baku memilik 5 faktor yang harus diperhatikan:
1.      Kondisi Lingkungan dan Perlengkapan
Meliputi temperatur dan kebersihan ruang penyimpanan (gudang), rak-rak yang tepat dan peralatan penunjang yang sesuai. Bila kondisi ini tidak dipenuhi maka banyak bahan baku akan terbuang percuma atau rusak.
2.      Pengaturan Letak Barang di dalam Gudang
Bahan baku harus diatur letaknya sehingga saat barang baku ini dibutuhkan mudah didapat. Pengaturan letak bahan baku ini juga meliputi pengaturan agar barang yang paling sering digunakan selalu tersedia, pengaturan letak tertentu untuk barang tertentu dan rotasi persediaan.
3.      Lokasi Gudang
Gudang sebaiknya terletak di antara lokasi penerimaan produk dan lokasi produksi. Lokasi ini membantu efisiensi penyimpanan produk dan juga kemudahan untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu pengawasan keamanan mudah dilakukan.
4.      Keamanan Gudang
Gudang tidak boleh dibiarkan terbuka tanpa pengawasan keamanan. Perlu adanya pengaturan jadwal dan ijin tertentu untuk mengambil barang dan menyimpan barang. Hal ini perlu dilakukan sehingga tidak ada pihak lain yang memindahkan barang tanpa ijin perusahaan.
5.      Penanggalan dan Harga
Barang-barang yang disimpan di dalam gudang harus diberi tanggal. Penanggalan ini penting agar rotasi barang lebih mudah dilakukan, bahan baku harus digunakan sebelum rusak atau tua. Harga juga harus dicantumkan.
2.5 Persediaan
          Anoraga (1997) mengungkapkan bahwa persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir dan bahan-bahan lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan.
           Sedangkan menurut Assauri (1980) mengatakan bahwa persediaan merupakan aktiva perusahaan yang masih menunggu penggunaannya, baik untuk keperluan produksi atau penjualan. Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja, atau aktiva yang selalu berputar dan mengalami perubahan.
2.5.1. Manfaat dan Fungsi Persediaan
Manfaat persediaan menurut Leenders (1989) adalah:
1.      Fungsi pemutus (the decoupling function) dalam proses produksi, jika perusahaan tidak menyimpan persediaan akan terjadi banyak penundaan dan inefisiensi. Sebagai contoh ketika satu aktivitas produksi harus diselesaikan sebelum aktivitas produksi kedua dimulai, sedangkan perusahaan tidak menyimpan persediaan di antara proses (work in process) maka kegiatan produksi bisa terhenti.
2.      Menyimpan sumberdaya. Produk pertanian dan seafood sering tergantung oleh musim dalam pemanenannya atau penangkapannya, tetapi permintaan akan keduanya selalu konstan sepanjang tahun. Pada kasus seperti ini dan kasus lain yang sama, persediaan bisa digunakan untuk menyimpan sumberdaya.

2.5.2 Jenis Persediaan
        Menurut Handoko (1991), persediaan dapat dibedakan menurut urutan pengerjaan produk antara lain:
1.      Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam, dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selajutnya.
2.      Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased part component stock), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3.      Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
       Manajemen persediaan PT Aerowisata Catering Service dibangun berdasarkan kondisi dan permasalahan yang dihadapai perusahaan (bottom up) bukan hanya berdasarkan teori. Teori yang ada dijadikan garis besar dan panduan yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Manajemen persediaan yang memberikan hasil optimal dan efektif dalam penerapannya, adalah manajemen persediaan yang selalu berubah mengikuti perkembangan kondisi eksternal dan internal perusahaan, karena sejalan dengan perubahan tersebut, bentuk manajemen persediaan yang dibutuhkan oleh perusahaan juga akan berubah.
        PT Aerowisata Catering Service dalam perencanaannya, menggunakan sistem perencanaan manual dibantu dengan program komputer (sistem perencanaan mundur). Walaupun skala usahanya besar, namun dengan jumlah permintaan produksi yang bisa dikatakan berubah-ubah setiap harinya, PT ACS membutuhkan fleksibilitas apabila ada perubahan perencanaan. Variasi jenis persediaan yang saling berkaitan dan struktur organisasi yang kompleks lebih mudah diikuti perkembangannya dengan sistem perencanaan manual. Demikian juga apabila ada umpan balik yang diterima dari pihak produksi maka perubahan perencanaan sangat mudah untuk dilakukan.


3.2 Saran
        Saran bagi PT Aerowisata Catering Service, yang pertama terus menerus mengadakan perbandingan dengan perusahaan inflight catering manca negara lain dalam efisiensi manajemen persediaan. Dengan menganalisa kembali manajemen persediaan dalam jangka waktu tertentu, maka inovasi-inovasi baru yang lebih efektif dapat membantu PT ACS dalam perkembangannya di masa mendatang.
        Kedua, efisiensi prosedur pembuatan purchase request (PR) dengan mengurangi/memperpendek rantai pihak-pihak yang menyetujui pembuatan PR. Pihak Cost Controller dan Store Manager perlu mendapat informasi mengenai bahan baku yang dipesan dan yang akan diterima namun tidak perlu terlibat dalam penyetujuan pembuatan PR (PR approval). Pada akhir bulan pihak Cost Controller akan mengadakan pengecekkan mengenai biaya-biaya, dari informasi yang sudah ada akan dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Demikian juga pihak Store Manager hanya akan membutuhkan informasi mengenai jumlah bahan baku yang dipesan untuk dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang sebenarnya diterima di gudang.
         Ketiga, pihak Purchasing seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menindaklanjuti pemesanan bahan baku yang tidak sesuai dengan jumlah yang dipesan (sesuai dengan PR dan PO), sehingga pihak kitchen planning lebih berkonsentrasi kepada perencanaan pembelian dan memenuhi feed back dari bagian produksi. Pihak purchasing seharusnya bertindak lebih aktif dalam menindaklanjuti perbedaan jumlah pesanan dan jumlah bahan baku yang sebenarnya diterima.
 
DAFTAR PUSTAKA

1.Adam, Everette E. Jr & Ronald J. Ebert. 1992. Production and Operations Management. Prentice Hall. USA.
2.Situs Emirates Airlines Catering. http://www.ekflightcatering.com
3.Situs Balai Pusat statistik Jakarta. http://www.bps.jakarta.go.id
4.Situs PT Aerowisata Catering Service. http://www.aerowisata.com
5.Stevenson, William J. 1990. Production/Operation Management. Second Edition. Prentice Hall. USA.


DOWNLOAD FILE DI SINI
KHASANAH ILMU
JUJUR - MUDAH - MURAH
http://khasanahilmuu.blogspot.com/2013/08/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About