BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar
Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini,
jumlah maskapai penerbangan Indonesia bertumbuh cukup pesat. Data statistik
menunjukkan sampai akhir tahun 2004, di Indonesia terdapat 15 maskapai
penerbangan yang melayani rute domestik dan 5 di antara maskapai penerbangan
ini melayani rute internasional. Jasa transportasi udara makin digemari karena
memudahkan pergerakan antar daerah dan negara dalam waktu yang relatif singkat.
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penumpang pesawat udara (domestik dan
internasional) pada tahun 2004 yang menggunakan fasilitas bandar udara
Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma saja meningkat sebesar 33,08% jika
dibandingkan dengan tahun 2003.
Kebutuhan akan
jasa transportasi udara yang meningkat ini disertai dengan permintaan akan jasa
pelayanan penyedia makanan (jasa boga) bagi maskapai maskapai penerbangan.
Layanan jasa boga ini lebih dikenal dengan nama inflight catering.
Inflight caterer (penyedia jasa boga) mengolah bahan-bahan makanan
menjadi makanan siap saji yang nantinya makanan ini akan dikonsumsi oleh
penumpang pengguna jasa maskapai penerbangan. Inflight caterer pada
dasarnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam perdagangan makanan.
Perdagangan
produk-produk makanan memiliki resiko-resiko tersendiri, hal ini disebabkan
karena bahan makanan merupakan bahan yang cepat rusak (perishable product)
sehingga membutuhkan penanganan tertentu. Bagi perusahaan yang bergerak dalam
bidang makanan umumnya, mutu makanan yang diproduksi merupakan salah satu unsur
utama yang menentukan masa depan perusahaan. Selain itu konsumen juga merupakan
unsur penting dalam menentukan strategi pemasaran dan menjadikan perusahaan
berorientasi kepada perubahan pasar (market oriented) (Bendell, Boulter
dan Kelly, 1995 dalam Assauri).
Jasa katering
untuk maskapai penerbangan, berbeda dengan jasa katering restoran (Emirates
Catering, 2004). Perbedaan ini dapat dilihat dari: Jeda waktu (time lag):
untuk katering maskapai penerbangan, terdapat jeda waktu yang panjang antara
masa makanan diproduksi dan penyampaian produk ke konsumen sampai makanan
tersebut dikonsumsi, hal ini tidak terjadi di restoranrestoran.
Fasilitas: pesawat
terbang memiliki fasilitas terbatas untuk mengelola makanan, baik ruang lingkup
kerja, ruang penyimpanan dan peralatan-peralatan dapur apabila dibandingkan
dengan dapur sebuah restoran.
1.2. Perumusan Masalah
PT Aerowisata Catering Service (PT ACS)
merupakan perusahaan penyedia jasa katering pertama dan terbesar di Indonesia.
PT ACS menyediakan pelayanan jasa katering untuk perusahaan penerbangan
domestik maupun internasional. Berbeda dengan perusahaan katering yang lain, PT
ACS tidak berhadapan langsung dengan konsumen yang mengkonsumsi makanan yang
diproduksi. Sebagai inflight caterer, konsumen yang dihadapi PT ACS
adalah maskapai penerbangan yang menyewa jasa PT ACS. Sedangkan yang
mengkonsumsi produk makanan yang diproduski
oleh PT ACS adalah konsumen yang menggunakan jasa maskapai penerbangan.
Perencanaan
bahan baku membantu perusahaan untuk memastikan agar perusahaan tidak
kekurangan bahan baku selama menu yang diinginkan konsumen berjalan. Saat menu
tidak dipakai lagi maka bahan baku pun tidak dibutuhkan lagi, perencanaan bahan
baku membantu perusahaan agar tidak mengalami kelebihan bahan baku. Jeda waktu
antara setelah makanan di produksi sampai makanan dikonsumsi panjang, makanan
yang diproduksi harus memiliki daya tahan khususnya terhadap bakteri Dari
keunikan jasa pengolahan makanan ini, timbul beberapa pertanyaan :
·
Bagaimanakah
manajemen persediaan yang diterapkan oleh perusahaan?
· Bagaimanakah
proses pembelanjaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan?
·
Faktor-faktor
apakah yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan daftar belanja
bahan baku?
·
Faktor-faktor
apa yang diperhatikan oleh perusahaan untuk mengawasi mutu produk yang
diproduksi?
1.3. Tujuan
·
Membandingkan
sistem manajemen yang diterapkan oleh PT ACS dengan teori-teori manajemen
persediaan
·
Mengkaji bentuk
kegiatan proses pembelanjaan bahan baku yang dijalankan PT ACS
·
Mengidentifikasi
faktor-faktor pembelanjaan bahan baku
·
Mengidentifikasi
faktor-faktor yang harus diterapkan dalam mempertahankan mutu produk.
Hal ini diharapkan dapat memberikan
masukan yang berguna terhadap efisiensi dan efektivitas sistem pengadaan bahan
baku PT ACS, kepada pembaca dan masyarakat dapat memberikan gambaran mengenai perusahaan
penyedia jasa boga maskapai penerbangan (Inflight Catering). Bagi Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebagai bahan perbandingan bagi penelitian
sejenis dalam bidangnya.
1.4. Visi dan Misi
Visi dan Misi PT Aerowisata:
- Visi;
“The most preferred Indonesian hospitality business group”.
- Misi;
Misi yang diemban PT Aerowisata di dalam mencapai visi bisnis terdiri atas 3 (tiga) pernyataan:
(1) “Menyediakan
dan menawarkan solusi profesional untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan segmen-segmen
hospitality yang profitable akan produk dan jasa yang berkualitas, inovatif dan
berkesinambungan”.
(2) “Menjaga dan meningkatkan hubungan
kepercayaan bisnis kepada seluruh segmen customer dan client Aerowisata”
(“Maintain and develop trustee relationship to all business group client or
customer segment”).
(3) “Memberikan nilai tambah dan hasil
yang optimal kepada seluruh stakeholders” (“Deliver value added and optimal
return to all stakeholders”).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Maskapai Penerbangan dan Jasa Katering
Maskapai
penerbangan pertama kali dibentuk setelah Perang Dunia I (1914-1918) oleh
kumpulan veteran pilot militer di Amerika dan Eropa. Tujuan utama adalah untuk
menghantar surat-surat dan dokumen-dokumen antar daerah dan negara. Kemudian
berkembang menjadi alat tranportasi untuk penumpang dan dokumen (kargo). Pada
awalnya tidak ada tempat khusus untuk penumpang sehingga di dalam pesawat
penumpang harus bersedia untuk bercampur dengan kargo. Setiap penerbangan penumpang
harus berbagi makanan dengan pilot, makannya hanya berupa roti lapis dan
setermos kopi (Parrot,1996)
Dengan disertai
perkembangan teknologi industri aviasi, pesawat moderen saat ini dilengkapi
dengan fasilitas tempat duduk dan toilet untuk penumpang. Pesawat terbang
menjadi alat transpotasi yang umum dipakai oleh penumpang. Penumpang menjadi
prioritas utama karena kondisi ini menjanjikan keuntungan bagi perusahaan
penerbangan. Untuk lebih menarik konsumen, perusahaan penerbangan melengkapi
pelayanan jasa transportasi salah satunya dengan menu makanan yang menarik
menyerupai restoran-restotan terkenal. Dining in the air (Restoran di
Udara) menjadi tren buat kalangan ekonomi kelas atas.
Jasa katering
untuk maskapai penerbangan kemudian dibentuk di akhir tahun 1930-an hampir
secara serentak di Amerika dan Eropa, perusahaanperusahaan inimuncul karena
pihak maskapai penerbangan menilai bahwa penyediaan makanan ini akan lebih
efisien dan relatif lebih murah apabila dihibahkan ke pihak lain di luar
maskapai penerbangan. Perkembangan industri ini agak terhambat dikarenakan
Perang Dunia II (1939-1945), namun temuantemuan baru di bidang teknologi
penerbangan berkembang pesat yang pada akhirnya menyokong industri layanan jasa
penerbangan pasca perang, yang menuntut permintaan yang lebih tinggi lahi
terhadap penyediaan jasa katering. (Haynes, 1992).
2.2 Gambaran umum inflight caterer (jasa
katering maskapai penerbangan)
Istilah katering biasanya digunakan
untuk menjelaskan keseluruhan proses kegiatan memasak, mulai dari persiapan
bahan makanan, pengolahan dan penyajian dan juga meliputi penyedian alat
transportasi dan penghantaran. Industri jasa katering maskapai penerbangan
bertujuan utama untuk menyediakan makanan dan minuman kepada maskapai
penerbangan untuk dikonsumsi oleh penumpang selama penerbangan. Produk makanan
dan minuman dipersiapkan dan dikelola di dapur khusus kemudian dipindahkan ke
bandara udara untuk kemudian dimuat ke pesawat. Semua makanan dan peralatan dan
siap untuk diberangkatkan tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal penerbangan.
Keterlambatan jadwal penerbangan yang disebabkan oleh masalah katering merupakan
masalah yang harus dihindari oleh penyedia jasa penerbangan (Mc Cool, 1995).
Industri
penyedia jasa katering saat ini merupakan pasar yang sangat kompetitif
khususnya karena maskapai-maskapai penerbangan saat ini sering mengubah
ketentuan-ketentuan menu makanannya. Perusahan penyedia jasa katering harus
mendiversifikasikan fasilitas produksinya dan terus berinovasi untuk mengikuti
perkembangan ini. Selain menyediakan makanan dan minuman perusahaan
katering beberapa barang persediaan dan peralatan yang dimiliki
perusahaan penerbangan, pihak katering bertanggung jawab terhadap beberapa hal
yang menyertai penyediaan makanan dan minuman. Seperti:
1.
Bongkar muat
peralatan makan dari penerbangan sebelumnya. Bongkar muat ini meliputi kereta
makan , troli, kotak muatan peralatan makan, sisa makanan dan sisa minuman
serta sampah.
2.
Mengatur aliran
semua peralatan makan yang digunakan selama penerbangan, begitu peralatan makan
di bongkar dari pesawat secepatnya dicuci dan dibersihkan untuk kemudian
dipersiapkan untuk penerbangan berikutnya. Dengan terbatasnya persediaan
peralatan makan berlogo maskapai penerbangan tertentu, pihak katering harus
berusaha sedemikian rupa supaya mereka tetap memiliki persediaan peralatan
makan yang bersih setiap saat.
3.
Pengaturan/disain
nampan makanan yang berbeda tiap kelas untuk kelas eksekutif, kelas bisnis dan
kelas ekonomi.
Menurut Mc Cool, industri jasa katering
(inflight caterer) merupakan industri yang unik karena industri ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Tidak adanya
kontak langsung antara penumpang pesawat yang mengkonsumsi makanan dengan orang
yang menyiapkan makanan tersebut.
2.
Konsumen yang
menggunakan jasa katering ini bukanlah konsumen yang mengkonsumsi produk akhir.
3.
Pemilihan menu
yang disediakan pada industri ini sangat bergantung kepada kondisi pasar dan
laporan kebiasaan makan konsumen.
Bidang usaha
yang dilakukan oleh inflight catering adalah melayani jasa boga dan
kebutuhan Inflight Service material untuk baik penerbangan domestik
maupun internasional, jenis jasa yang ditawarkan adalah:
·
Makanan : hot
meal, cold meal, buah-buahan, sayuran segar, snack dan
lain-lain.
·
Minuman : jus
buah-buahan, minuman ringan, minuman mengandung alkohol, es batu dan penyediaan
air minum alami.
·
Inflight Service material: barang-barang keperluan
toilet, majalah .
·
Galley service: pengangkutan makanan ke dalam pesawat dan penyimpanan
makanan di dalam pesawat serta sebaliknya.
·
Bar exchange: melakukan pergantian dan penambahan kebutuhan minuman (
beralkohol) pada penerbangan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan perusahaan
penerbangan.
·
Laundry (jasa binatu): menyediakan jasa pencucian seperti
selimut, alas nampan, handuk kecil, taplak meja dan napkin (serbet)
·
Cabin setting: mempersiapkan seluruh kebutuhan kabin pesawat seperti,
alat pendengar, dokumen penerbangan, majalah, bunga hiasan dalam pesawat.
·
Aircraft cleaning: meliputi kegiatan penggantian alas
sandaran kepala, sarung bantal, pembuangan sampah, pembersihan toilet dan galley.
·
On ground service: meliputi penyediaan makanan di ruang
tunggu penumpang kelas eksekutif.
·
Kegiatan di
luar Inflight catering seperti: penyediaan jasa boga untuk gedung-gedung
pertemuan (rapat) dan hotel.
2.2.1 Ketenagakerjaan
Saat ini PT ACS
memiliki tenaga kerja tetap sejumlah 1351 orang dan tidak ada tenaga kerja
kontrak, tenaga kerja kontrak biasanya hanya dipekerjakan untuk musim-musim
tertentu seperti musim lebaran, lebaran haji dan musim liburan sekolah dimana
permintaan akan jasa layanan penerbangan meningkat yang mempengaruhi permintaan
akan produksi makanan. Untuk departemen Operasional, jumlah tenaga kerja pria
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja wanita, hal ini disebabkan
karena tenaga kerja pria dianggap lebih mudah menyesuaikan diri terhadap
perubahan jam kerja dan tuntutan jam lembur.
Bagian
Operasional bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Jam kerja dibagi-bagi (shifting)
masing-masing pekerja akan bekerja selama 8 jam sehari dalam 7 hari kerja, tiap
pekerja memiliki hak untuk libur selama 2 hari yang tentu saja dilakukan secara
bergantian.
2.2.2 Fasilitas Produksi
Produksi dilakukan di dapur, dapur dibagi atas hot kitchen, cold
kitchen dan bakery/pastry. Makanan di masak di hot kitchen,
kapasitas makanan yang diproduksi di hot kitchen adalah 35.000
porsi per hari. Sedangkan bagian bakery dapat memproduksi 3000 roti per
shift. Untuk penyediaan air, PT ACS menggunakan air PAM. Listrik
disediakan dengan menggunakan jasa PT PLN, untuk keadaan darurat, PT ACS
juga memiliki 2 generator listrik. Untuk proses produksi, PT ACS juga
memiliki 3 buah blast chiller untuk membantu proses pendinginan
makanan yang sudah jadi.
2.2.3 Proses
Produksi
Produk yang dihasilkan oleh PT Aerowisata Catering Service berupa makanan yang
nantinya akan dikonsumsi oleh penumpang selama penerbangan. Jumlah porsi
makanan yang akan diproduksi sudah ditentukan satu hari sebelumnya sesuai
dengan informasi yang diberikan oleh maskapai penerbangan (AMOS = Airlines
Meal Order Sheet). Jumlah porsi makanan ini disesuaikan dengan jumlah
penumpang yang akan diangkut oleh karenanya informasi dapat berubah
sewaktu-waktu ini. Adapun proses produksi yang dilakukan dibagi menjadi 3
bagian utama, yaitu (Lampiran 6):
1. Proses Pembersihan dan Persiapan (pre-production)
2. Proses Pemasakan dan Pendinginan
3. Proses Pengemasan
Proses
pembersihan dan persiapan (pre-production) dimulai 12 jam sebelum jadwal
keberangkatan penerbangan. Kegiatan yang dilakukan berupa pencucian bahan baku
di dalam mesin untuk membersihkan bahan makanan dari kotoran, debu, logam,
biji-bijian lain dan sebagainya. Cairan yang digunakan untuk pembersihan ini
adalah campuran air dan klorin. Setelah dibersihkan bahan baku kemudian di
tampung ke keranjang atau kereta (trolley) penampungan sesuai dengan
jenisnya dan di bawa ke ruang persiaapan. Di ruang persiapan bahan baku di
potong sesuai dengan ukuran kebutuhan, persiapan ini tentu saja dilakukan di
ruangan yang berbeda untuk tiap jenis bahan yag dipersiapkan untuk menghindari
kontaminasi bau, kimia dan kontaminasi secara fisik.
2.2.4 Pengawasan Mutu Produk Jadi
Dalam setiap proses pemasakan dilakukan pengawasan mutu dan pemeriksaan
makanan. Setelah makanan dimasak, sampel makanan diambil dan kemudian
diperiksa. Pemeriksaan terhadap bahan makanan ini diutamakan kepada pemeriksaan
microbiology yang berupa salmonella dan shigella, E-coli,
coliform, staphylacoccus
aereous, yeast (jamur), mold (kapang), bacillicus cereus.
2.3 Pengelolahan Bahan Baku
Perusahaan katering menggunakan sistem
makanan beku agar makanan tetap segar dan berkualitas baik meskipun produk
makanan tersebut disimpan dalam waktu yang cukup lama sebelum dikonsumsi,
terutama untuk penerbangan jarak jauh. Sistem makanan beku ini pertama kali
ditemukan oleh Bert Snowden (Amerika, 1945), proses produksi makanan ini
disebut sistem masak beku (cookchill system).
Dalam proses
ini bahan makanan dipersiapkan jauh hari sebelum produk makanan ini dibutuhkan.
Untuk keperluan penerbangan, biasanya bahan baku makanan ini disiapkan sehari
lebih awal. Tahapan pertama adalah mempersiapkan bahan baku makanan untuk
diproses, kemudain dimasak. Selesai dimasak, makanan yang sudah jadi secepatnya
didinginkan sampai mencapai temperatur 5°C (40°F) atau lebih rendah. Sambil
didinginkan, makanan ini dibagi-bagi sesuai dengan besarnya porsi individu yang
diminta oleh konsumen (dalam hal ini disesuaikan dengan menu maskapai
penerbangan tertentu). Pembagian ini memudahkan penanganan yang diperlukan saat
menyusun nampan makanan nantinya.
2.4 Sistem Penyimpanan Bahan Baku
Menurut Dittmer (2002), sistem penyimpanan bahan baku memilik 5 faktor yang
harus diperhatikan:
1.
Kondisi
Lingkungan dan Perlengkapan
Meliputi temperatur dan kebersihan ruang penyimpanan
(gudang), rak-rak yang tepat dan peralatan penunjang yang sesuai. Bila kondisi
ini tidak dipenuhi maka banyak bahan baku akan terbuang percuma atau rusak.
2.
Pengaturan
Letak Barang di dalam Gudang
Bahan baku harus diatur letaknya sehingga saat barang
baku ini dibutuhkan mudah didapat. Pengaturan letak bahan baku ini juga
meliputi pengaturan agar barang yang paling sering digunakan selalu tersedia,
pengaturan letak tertentu untuk barang tertentu dan rotasi persediaan.
3.
Lokasi Gudang
Gudang sebaiknya terletak di antara lokasi penerimaan
produk dan lokasi produksi. Lokasi ini membantu efisiensi penyimpanan produk
dan juga kemudahan untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan dalam waktu yang
relatif singkat. Selain itu pengawasan keamanan mudah dilakukan.
4.
Keamanan Gudang
Gudang tidak boleh dibiarkan terbuka tanpa pengawasan
keamanan. Perlu adanya pengaturan jadwal dan ijin tertentu untuk mengambil
barang dan menyimpan barang. Hal ini perlu dilakukan sehingga tidak ada pihak
lain yang memindahkan barang tanpa ijin perusahaan.
5.
Penanggalan dan
Harga
Barang-barang yang disimpan di dalam gudang harus diberi
tanggal. Penanggalan ini penting agar rotasi barang lebih mudah dilakukan,
bahan baku harus digunakan sebelum rusak atau tua. Harga juga harus dicantumkan.
2.5 Persediaan
Anoraga (1997)
mengungkapkan bahwa persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum
yang menunjukan segala sesuatu atau sumber-sumber daya organisasi yang disimpan
dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan ini meliputi
persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir dan
bahan-bahan lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan.
Sedangkan
menurut Assauri (1980) mengatakan bahwa persediaan merupakan aktiva perusahaan
yang masih menunggu penggunaannya, baik untuk keperluan produksi atau
penjualan. Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja, atau aktiva yang
selalu berputar dan mengalami perubahan.
2.5.1. Manfaat dan
Fungsi Persediaan
Manfaat persediaan menurut Leenders (1989) adalah:
1.
Fungsi pemutus
(the decoupling function) dalam proses produksi, jika perusahaan tidak
menyimpan persediaan akan terjadi banyak penundaan dan inefisiensi. Sebagai
contoh ketika satu aktivitas produksi harus diselesaikan sebelum aktivitas
produksi kedua dimulai, sedangkan perusahaan tidak menyimpan persediaan di
antara proses (work in process) maka kegiatan produksi bisa terhenti.
2.
Menyimpan
sumberdaya. Produk pertanian dan seafood sering tergantung oleh musim
dalam pemanenannya atau penangkapannya, tetapi permintaan akan keduanya selalu
konstan sepanjang tahun. Pada kasus seperti ini dan kasus lain yang sama,
persediaan bisa digunakan untuk menyimpan sumberdaya.
2.5.2 Jenis
Persediaan
Menurut Handoko
(1991), persediaan dapat dibedakan menurut urutan pengerjaan produk antara
lain:
1.
Persediaan
bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud
yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari
sumber-sumber alam, dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selajutnya.
2.
Persediaan
komponen-komponen rakitan (purchased part component stock), yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh
dari perusahaan lain dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3.
Persediaan
bahan pembantu atau penolong (supplies stock), yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan
bagian atau komponen barang jadi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
Kesimpulan
Manajemen persediaan PT Aerowisata Catering Service dibangun berdasarkan
kondisi dan permasalahan yang dihadapai perusahaan (bottom up) bukan
hanya berdasarkan teori. Teori yang ada dijadikan garis besar dan panduan yang
disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Manajemen persediaan yang memberikan
hasil optimal dan efektif dalam penerapannya, adalah manajemen persediaan yang
selalu berubah mengikuti perkembangan kondisi eksternal dan internal
perusahaan, karena sejalan dengan perubahan tersebut, bentuk manajemen
persediaan yang dibutuhkan oleh perusahaan juga akan berubah.
PT Aerowisata
Catering Service dalam perencanaannya, menggunakan sistem perencanaan manual
dibantu dengan program komputer (sistem perencanaan mundur). Walaupun skala
usahanya besar, namun dengan jumlah permintaan produksi yang bisa dikatakan
berubah-ubah setiap harinya, PT ACS membutuhkan fleksibilitas apabila ada
perubahan perencanaan. Variasi jenis persediaan yang saling berkaitan dan
struktur organisasi yang kompleks lebih mudah diikuti perkembangannya dengan
sistem perencanaan manual. Demikian juga apabila ada umpan balik yang diterima
dari pihak produksi maka perubahan perencanaan sangat mudah untuk dilakukan.
3.2
Saran
Saran bagi PT
Aerowisata Catering Service, yang pertama terus menerus mengadakan perbandingan
dengan perusahaan inflight catering manca negara lain dalam efisiensi
manajemen persediaan. Dengan menganalisa kembali manajemen persediaan dalam
jangka waktu tertentu, maka inovasi-inovasi baru yang lebih efektif dapat
membantu PT ACS dalam perkembangannya di masa mendatang.
Kedua,
efisiensi prosedur pembuatan purchase request (PR) dengan
mengurangi/memperpendek rantai pihak-pihak yang menyetujui pembuatan PR. Pihak Cost
Controller dan Store Manager perlu mendapat informasi mengenai bahan
baku yang dipesan dan yang akan diterima namun tidak perlu terlibat dalam
penyetujuan pembuatan PR (PR approval). Pada akhir bulan pihak Cost
Controller akan mengadakan pengecekkan mengenai biaya-biaya, dari
informasi yang sudah ada akan dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya.
Demikian juga pihak Store Manager hanya akan membutuhkan informasi
mengenai jumlah bahan baku yang dipesan untuk dibandingkan dengan jumlah bahan
baku yang sebenarnya diterima di gudang.
Ketiga, pihak Purchasing
seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menindaklanjuti pemesanan bahan
baku yang tidak sesuai dengan jumlah yang dipesan (sesuai dengan PR dan PO),
sehingga pihak kitchen planning lebih berkonsentrasi kepada perencanaan
pembelian dan memenuhi feed back dari bagian produksi. Pihak purchasing
seharusnya bertindak lebih aktif dalam menindaklanjuti perbedaan jumlah pesanan
dan jumlah bahan baku yang sebenarnya diterima.
DAFTAR PUSTAKA
1.Adam, Everette E. Jr &
Ronald J. Ebert. 1992. Production and Operations Management. Prentice
Hall. USA.
5.Stevenson, William J. 1990.
Production/Operation Management. Second Edition. Prentice Hall. USA.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar