FILSAFAT PANCASILA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sebagai dasar negara, Pancasila
kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari
bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi
kenegaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya
Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu
Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar
dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia
di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta
sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang
jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik
Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala
bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak
Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan
Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan
kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk Menghindari adanya kesimpangsiuran dalam
penyusunan makalah ini, maka saya membatasi masalah-masalah yang akan di bahas
di antaranya :
a) Pengertian
Filsafat
b) Pengertian
Pancasila Secara Etimologis
c) Pengertian
Pancasila Secara Termitologis
d) Pengertian
Filsafat Pancasila
e) Objek Filsafat
f) Pancasila
sebagai ilmu
g) Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat
h) Pancasila
Sebagai Falsafah Bangsa Indonesia
1.3.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah-satu tugas MID
Semester mata kuliah Pendidikan Pancasila, serta untuk mengetahui tentang
pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
1.4.
Sistematika Penulisan Makalah
Karya
tulis terdiri dari tiga BAB dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB
I : Pendahuluan, Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan Makalah dan Sistematika Penulisan
BAB II :
Pengertian Filsafat, Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Pengertian
Pancasila Secara Termitologis, Pengertian Filsafat Pancasila, Objek Filsafat,
Pancasila sebagai ilmu, Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, Pancasila Sebagai
Falsafah Bangsa Indonesia
BAB
III : Penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“
atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa
Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta
kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”
(pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga
berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti
cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari
filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh
Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan
kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang
mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran
adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam
mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir
sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut
filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya
diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya
mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat
menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
•
Socrates
(469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk
peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap
azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut
dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika
mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri
sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
•
Plato (472 –
347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik”
Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran
(vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide
yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian
yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh
kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
1.2. Pengertian
Pancasila
Kata Pancasila berasal dari
kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5
Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan
mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan
mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan
berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
1.3.Pengertian
Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula
terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran
buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga
melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
1.4.Pengertian
Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah
melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI
mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45
dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum
rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan
benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh
Rakyat Indonesia.
1.5.Pengertian
Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi
Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah
dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan
wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan
“permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke
waktu.
a.
Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif
filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri
bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan
salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme,
rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi
parlementer, dan nasionalisme.
b.
Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian
dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965).
Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli
Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya
India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno
“Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi
dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan
“Persatuan”.
c.
Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila
mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua
elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia,
sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila
adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir
Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat
Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W.
Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus
Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan
Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka
pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling
adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Selanjutnya filsafat Pancasila
mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai
berikut:
1. Kebenaran
indra (pengetahuan biasa),
2. Kebenaran
ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan),
3. Kebenaran
filosofis (filsafat),
4. Kebenaran
religius (religi).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya
ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan
pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu
pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
1.6.
Objek Filsafat
Pada dasarnya filsafat atau
berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan
sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat
difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan, difikirkan
secara radikal guna mencapai kebenaran. Louis Kattsoff menyebutkan bahwa
lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia,
Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu berpangkal pada pemikiran
keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan menurut sistem, sementara itu
Mulder (1966) menjelaskan bahwa tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang
diri sendiri dan tentang tempat-tempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa persoalan
yang begitu penting.
E.C.
Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) menyatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek
filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The
Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and
Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus
Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan)
Pendapat-pendapat tersebut di atas
menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari
substansi masalah maupun sudut pandang nya terhadap masalah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut
pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli
membagi objek filsafat ke dalam objek material dan obyek formal. Obyek material
adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam
berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang
dalam melihat obyek material tertentu.
Menurut Endang Saefudin Anshori
(1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala sesuatu yang
berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok
yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan
objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap
objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu pada
substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,
sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir
terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat
mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material
filsafat.
1.7.Pancasila
sebagai ilmu
Filsafat
seabagai induk ilmu pengetahuan. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu,
kepastian pancasila sebagai system filsafat. Pancasila sebagai system filsafat
adalah pengungkapan. Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai
pandangan hidup hakikat pancasila sebagai suatu system pengetahuan. Pancasila
sebagai system filsafat pada syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah
pengetahuan hidup “atau filsafat Negara republic Indonesia yang berdasarkan uud-45
dan pancasila.
Filsafat
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya
lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perubahan
dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam
dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan
bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta
maupun pada manusia sendiri.
Filsafat mengambil peran penting
karena dalam filsafat kita bias menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja
(kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran
serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster
New World Dictionary, kata science
berasal
dari kata latin, scire yang
artinya mengetahui. Secara bahasa science
berarti
“keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang
dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami
perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis
yang berasal dari 11 observasi,
kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau
prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang
berasal dari kata scire. Namun
ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).
Filsafat ilmu adalah bagian dari
filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi
berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc
yang
berarti knowledge,
pengetahuan dan logos yang
berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun
1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology
dan
ontology, ontology
1.8.Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat
Setiap sila pada dasarnya merupakan
azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang sistematik. Kesatuan
Sila-sila Pancasila yang bersifat organis. Pancasila
suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri
terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling
bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah Manusia monopluralis yang memiliki
unsur-unsur susunan kodrat (jasmani – rohani), sifat kodrat (individu-makhluk
sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk
Tuhan YME. Pancasila merupakan
penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan organis
Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat ditinjau dari aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis
a.
Aspek Ontologis
Ontologi ialah penyelidikan hakikat
ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik,
psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan.
Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
- Tuhan
yang mahaesa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan
bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
- Ada –
kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur,
pertambangan, dan sebagainya;
- Eksistensi
subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia
(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun
nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik:
menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan
(sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara
sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan
unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban
amanat keagamaan;
b.
Aspek Epistemologis
Epistemologi menyelidiki sumber,
proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila
secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
- Mahasumber
ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan
potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan
ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat
luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani.
Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat
ketuhanan/ keagamaan.
- Sumber
pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
·
Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal:
lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan
dinamikanya;
·
Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/
berkembang, kepustakaan, dokumentasi;
·
Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli,
narasumber, guru.
- Wujud
dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
·
Pengetahuan indrawi;
·
Pengetahuan ilmiah;
·
Pengetahuan filosofis;
·
Pengetahuan religius.
c.
Aspek aksiologis
Aksiologi menyelidiki pengertian,
jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi
Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya.
Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
- Tuhan
yang mahaesa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala
isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral
mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani,
obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan
hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin
multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
- Subyek
manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan
hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun
sosial).
- Nilai-nilai
dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi:
Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam
semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam
antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya
sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya.
Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis
yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya
umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut
tempat dan zamannya.
1.9.Pancasila
Sebagai Falsafah Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai dasar falsafah
negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam
perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a.
Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni
1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945
(terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
b.
Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
c.
Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS) tanggal 27
Desember 1945, alinea IV.
d.
Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS
RI) tanggal 17 Agustus 1950.
e.
Dalam
Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan
Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara
tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap
sama sebagai berikut :
1.
Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato
Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada
tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia
dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut:
a. Kebangsaan
Indonesia.
b. Internasionalisme
atau Prikemanusiaan.
c. Mufakat atau
Demokrasi.
d. Kesejahteraan
sosial.
e. Ketuhanan.
2.
Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah
Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah
membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a. Panitia
Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil
menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam
Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang
ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo,
Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c. Panitia
Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia
Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah
Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea
IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
a.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
b.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
c.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan.
d.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam
pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik simpulan sebagai berikut:
1.
Filsafat
Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan,
norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana,
paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2.
Fungsi utama
filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a)
Filasafat
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
b)
Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia
c)
Pancasila
sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
3.
Falsafah
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat
dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di dalam
perundang-Undangan negara Indonesia seperti di
bawah ini :
- Dalam
Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
- Dalam
Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang
kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan
sebutan Piagam Jakarta).
- Dalam
naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
- Dalam
Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
tanggal 27 Desember 1945,
alinea IV.
- Dalam
Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus
1950.
- Dalam
Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli
1959.
3.2. Saran
Warganegara Indonesia merupakan
sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu
sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai,
menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang
telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah
Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan
yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.
Back,Robert N ,Perspectives in
social philosophi,Holt, Rinehart and Winson,Inc. New York, 1967.
Darmodiharjo, SH,Dardji,
pengantar studi pancasila, labolatorium pancasila IKIP malang, 1971.
Ahmad Kosasih Djahiri,Pancasila sebagai ideologi bangsa,Jakarta: Prenada
Media,2008
Lembaga Pancasila Indonesia,Pancasila Sebagai Dasar Negara,Jakarta:2000
Al marsudi, subandi.2001.
Pancasila dan UUD’45 dalam paradigm reformasi edisi revisi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Zurnelly.2010.filsafat
pancasila.jakarta: laboratorium sosial politik press.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar