Jumat, 29 November 2013
KUMPULAN MAKALAH TERLENGKAP
1. MAKALAH- Infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan
2. MAKALAH- Ruang Lingkup Bimbingan Konseling
3. MAKALAH- konsep - konsep dasar bimbingan konseling
4. Makalah - Biosfer dan makhluk hidup
5. Makalah - komunikasi Kesehatan masyarakat
6. Makalah - kesehatan dan keselamatan di hotel
7. Makalah- Kata Imbuhan Dalam Bahasa Indonesia
8. Integral dan Diverensial
9. Hukum Acara Perdata & Sifat-Sifat Hukum Acara Perdata
10. Masalah Sosial Sebagai Inspirrasi Perubahan (Kasus Kemiskinan) dan Upaya Pemecahaannya
11. Manajemen kepemimpinan
12. Teori kepemimpinan
13. Hakikat kepemimpinan
14. Hukum Laut Internasional
15. Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan indonesia
16. Pembentukan komisi konstitusi sebagai upaya penguatan UUD 1945
17. Sejarah konstitusi di indonesia
18. Cangkok Tanaman
19. FLOOR STATION (SOP) “MAKE UP ROOM & MAKING BED”
20. Asal-usul tata surya
21. Bagian-bagian tata surya
22. BIOTEKNOLOGI
23. Cahaya
24. Dampak positif dan negatif perkembangan teknologi bagi makhluk hidup
25. Manfaat hewan dan tumbuhan Bagi Lingkungan
26. Mitos
27. Matematika Dasar -Sistem Bilangan Real, Persamaa Matematika, FPB dan KPK
28. Konsep dasar IPA
29. Pembelajaran IPA
30. Ekologi tumbuhan
31. Tumbuhan Kentang
32. anda sebagai anggota PGRI. Bagaimana anda dapat membantu organisasi PGRI agar disamping meningkatkan mutu organisasi itu sendiri sekaligus dapat meningkatkan mutu anggotanya
33. 9 Kode Etik Guru Indonesia
34. Peranan apa yang dapat dilakukan oleh guru SD baik secara perorangan maupun secara berkelompok dalam rangka meningkatkan mutu profesi keguruan dan mutu organisasi profesional keguruan
35. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah Islam
36. hubungan internasional masa orde baru Ekonomi dan Politik
37. Pengaruh Islam di Indonesia dalam bidang kebudayaan (dalam Bidang Seni)
38. Seminar Botani -Tumbuhan Cengkeh-
39. Sumber Ajaran Islam
40. Sumber Energi Terbarukan
41. Tasauf
42. Transformasi Liner
43. Pembaharuan Pesantren
44. Karsinoma nasofaring (KNF)
45. Akhlak dan Ihsan
46. alam pikir manusia dan perkembangannya
47. alat permainan edukatif (APE)
48. aliran-aliran pendidikan
49. al-qur'an dan hubungannya dengan sunnah
50. Analisa Papan Nama Dinas SKPA di Pemerintahan Aceh
51. Aspek Hukum Dalam ekonomi
52. aspek hukum dan etika jurnalistik
53. Atletik
54. Bakteri Penghasil Energi
55. Bar Equipment
56. Belajar Interaksi
57. Berita Berpidato
58. Biaya Hidup Konsumen Muslim Dalam Perbankan Syariah
59. Budidaya Tanaman Kangkung
60. bumi dan alam semesta dalam konteks al-quran
61. cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler
62. Ciri-Ciri Penyimak Idela Dan Pembicara Ideal
63. Dampak Sosial Ekonomi di Indonesia Akibat Globalisasi
64. Efesiensi Pasar
65. Ekologi Pertanian
66. Ekonomi Perbuahan Iklim
67. Etika Politik
68. filsafat pancasila
69. GAM (Gerakan Aceh Merdeka)
70. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
71. Hakekat Manajemen Pendidikan
72. Hakikat Landasan Pendidikan
73. Housekeeping department handbook
74. Hukum Judi Qamar Dan Qalwat Dalam Agama Islam
75. Hygiene Dan Sanitasi Di Hotel
76. islamisasi pengetahuan menurut pengetahuan islam
77. isu-siu baru dalam hubungan internasional dan politik
78. Jabatan kepala sekolah dapat dikatagorikan sebagai tenaga profesional bagaimana pula dengan para penata yang ada di BPG (bailai Penataan guru)
79. Jamsostek
80. janis-janis restaurant dan BAR
81. Kalimat Dalam Bahsa Indonesia
82. Kapasitor
83. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini untuk berolahraga
84. Karbohidrat
85. Kasus bisnis yang terjadi di indonesia dan di pecahkan secara hukum
86. Kebijakan
87. kedudukan manusia sebagai khalifa Allah dui BUMI
88. Keperawatan Pre And Post
89. Kimia Permukaan
90. kinerja dan penilaian prestasi kerja
91. Klasifikasi SDA
92. Kompetensi profesional guru
93. Komposisi Dan Distribusi Penduduk
94. Makalah Lengkap KOMPUTER
95. komunikasi kesehatan ibu dan anak
96. Konsep Dasar Evaluasi
97. kriteria menilai suatu tes
Masih Banyak yang lainnya....
( Dalam Proses)
Kamis, 15 Agustus 2013
Makalah - Alat Permainan Edukatif (APE)
Alat Permainan Edukatif (APE)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia anak adalah dunia
bermain. Dengan bermain, anak akan memperoleh pelajaran yang mengandung aspek
perkembangan kognitif, sosial, emosi dan perkembangan fisik.. Bermain merupakan
sarana untuk menggali pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak.
Bermain juga dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kreativitas dan daya
cipta, karena bermain adalah sumber pengalaman dan uji coba.
Bermain, dari segi pendidikan
adalah kegiatan permainan menggunakan alat permainan yang mendidik serta alat
yang bisa merangsang perkembangan aspek kognitif, sosial, emosi, dan fisik yang
dimiliki anak. Oleh karena itu, dari sudut pandang pendidikan bermain sangat
membutuhkan alat permainan yang mendidik. Dan alat permainan yang mendidik
inilah yang kita sebut dengan alat permainan edukatif (APE).
Dunia pendidikan tingkat
kanak-kanak adalah sebuah dunia yang tidak terlepas dari bermain dan juga
berbagai alat permainan anak-anak. Salah satu lembaga pendidikan yang berperan
penting dalam proses pembelajaran dan peningkatan mutu dunia pendidikan
kanak-kanak adalah Taman Kanak-Kanak yang disingkat menjadi TK. Sebagai sebuah
taman tentu saja TK merupakan sebuah tempat belajar dan juga bermain
kanak-kanak yang memiliki berbagai sarana dan pra sarana untuk mendukung
terlaksanannya proses pembelajaran dengan baik dan berkualitas.
Secara umum banyak para
penyelenggara pendidikan TK dan guru TK yang berpendapat bahwa memperoleh Alat
Pendidikan Edukatif dengan cara membeli
adalah lebih mudah dan ekonomis. Namun jika para guru mau berkreasi dan
berinovasi untuk menciptakan Alat Pendidikan Edukatif dari barang-barang bekas
maka tentu saja akan lebih ekonomis lagi.
Banyak mainan sekarang ini yang
semakin kreatif, mahal dan beraneka macam. Tentunya hal ini akan banyak membuat
orang tua bingung. Banyak mainan yang dibuat oleh pabrik yang sebetulnya kurang
berfaedah bagi anak-anak karena sebenarnya alat bermain hanyalah alat bantu
saja bagi seorang anak dan bukan merupakan indikator mutlak untuk anak berkembang
lebih baik. Jadi mahal dan murahnya alat mainan bukanlah merupakan indikator.
Anak akan dapat bermain dengan manfaat yang besar apabila orang tua dapat
mengetahui sisi kegunaannya mainan tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran yang
ada bahwa Alat Pendidikan Edukatif, Kreatif dan Inovatif tidak mesti alat
permainan yang mahal maka penulis berupaya mencoba mengembangkan dan membuat
sebuah APE. Sebelum membuatnya tentu saja penulis harus mengetahui tentang
pengertian, fungsi dan prosedur pembuatan APE untuk menjadi salah satu sumber
belajar di TK. Penulis akan coba mengembangkan permainan Maze (Mencari Jejak)
ke bentuk permainan baru. Permainan ini diberi nama Tracker dan yang akan
dibahas dalam tulisan ini secara khusus dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar kognitif dan afektif kepada para pemainnya sehingga dapat dikategorikan
sebagai permainan edukatif.
Alat bermain adalah segala
macam sarana yang bisa merangsang aktifitas yang membuat anak senang. Sedangkan
alat permainan edukatif yaitu alat bermain yang dapat meningkatkan fungsi
menghibur dan fungsi mendidik. Artinya, alat permainan edukatif adalah sarana
yang dapat merangsang aktivitas anak untuk mempelajari sesuatu tanpa anak
menyadarinya, baik menggunakan teknologi modern maupun teknologi sederhana
bahkan bersifat tradisional.
Kemudian dalam makalah ini,
kami akan membahas tentang konsep dasar alat permainan edukatif(APE), ciri-ciri
peralatan yang baik untuk si balita, prinsip-prinsip pokok APE dan arti penting
APE.
1.2 Rumusan Masalah
A.
Apa
Saja Konsep Dasar dalam Alat
Permainan Edukatif ?
B. Bagaimana Fungsi Alat
Permainan Edukatif ?
C.
Apa Saja Jenis-Jenis Alat
Permainan Edukatif ?
1.3 Manfaat Penulis
* Melatih kemampuan motorik
* Melatih konsentrasi
* Mengenalkan konsep sebab akibat
* Mengenalkan warna dan bentuk
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Alat Pendidikan Edukatif, Kreatif dan Inovatif di TK
Menurut Mayke Sugianto. T dalam Badru Zaman, dkk (2007:
63) alat permainan edukatif (APE) adalah permainan yang sengaja dirancang
secara khusus untuk kepentingan pendidikan. Sementara Badru Zaman (2007: 63)
menyatakan bahwa APE untuk anak TK adalah alat permainan yang dirancang untuk
tujuan meningkatkan aspek-aspek perkembangan anak TK.
Sedangkan Adams (1975) berpendapat bahwa permainan
edukatif adalah semua bentuk permainan yang dirancang untuk memberikan
pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar kepada para pemainnya, termasuk
permainan tradisional dan moderen yang diberi muatan pendidikan dan pengajaran
Atas dasar pengertian itu, permainan yang dirancang untuk memberi informasi
atau menanamkan sikap tertentu, misalnya untuk memupuk semangat kebersamaan dan
kegotongroyongan, termasuk dalam kategori permainan edukatif karena permainan
itu memberikan pengalaman belajar kognitif dan afektif (Adams, 1975). Dengan
demikian, tidak menjadi soal apakah permainan itu merupakan permainan asli yang
khusus dirancang untuk pendidikan ataukah permainan lama yang diberi nuansa
atau dimanfaatkan untuk pendidikan.
Menurut Badru Zaman, dkk (2007: 63) alat permainan dapat
dikategorikan sebagai alat permainan edukatif untuk anak TK jika memenuhi
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Ditujukan untuk anak usia TK.
2.
Berfungsi mengembangkan
aspek-aspek perkembangan anak TK.
3.
Dapat digunakan dengan berbagai
cara, bentuk dan untuk bermacam tujuan aspek pengembangan atau bermanfaat
multiguna.
4.
Aman bagi anak.
5.
Dirancang untuk mendorong
aktivitas dan kreativitas.
6.
Bersifat konstruktif atau ada
sesuatu yang dihasilkan.
Sedangkan secara prinsipnya APE meliputi :
1.
Mengaktifkan alat indra secara
kombinasi sehingga dapat meningkatkan daya serap dan daya ingat anak didik.
2.
Mengandung kesesuaian dengan
kenutuhan aspek perkembangan kemampuan dan usia anak didik sehingga tercapai
indikator kemampuan yang harus dimiliki anak.
3.
Memiliki kemudahan dalam
penggunaannya bagi anak sehingga lebih mudah terjadi interaksi dan memperkuat
tingkat pemahamannya dan daya ingat anak.
4.
Membangkitkan minat sehingga
mendorong anak untuk memainkannya.
5.
Memiliki nilai guna sehingga
besar manfaatnya bagi anak.
6.
Bersifat efisien dan efektif
sehingga mudah dan murah dalam pengadaan dan penggunaannya.
2.2 Konsep Alat Permainan Edukatif (APE)
Alat Permainan Edukatif (APE) adalah sarana untuk
merangsang anak dalam mempelajari sesuatu tanpa anak menyadarinya, baik
menggunakan teknologi moderen, konvensional maupun tradisional. Latar belakang
dibuatnya APE adalah sebagai upaya merangsang kemampuan fisik motorik anak
(aspek psikomotor), kemampuan sosial emosional (aspek afektif) serta kemampuan
kecerdasan (kognisi).
Prinsip-prinsip APE merupakan
prinsip produktifitas, kreatifitas, aktifitas, efektif dan efisien, serta
menarik dan menyenangkan. Dari sudut pandang materinya, APE harus mampu
mengembangkan daya pikir (kognisi), daya cepat, aspek bahasa, motorik dan
ketrampilan. Melalui alat yang digunakan sebagai sarana bermain,sehingga anak
diharapkan mampu mengembangkan fungsi intelegensinya, emosi dan spiritual
sehingga muncul kecerdasan yang melejit.
Alat permainan yang baik
diharapkan mampu menjadi sarana yang dapat mendorong anak bermain bersama,
mengembangkan daya fantasi, multi fungsi, menarik, berukuran besar dan awet,
tidak membahayakan, disesuaikan dengan kebutuhan, desain mudah dan sedrhana,
serta bahan-bahan yang digunakan murah dan mudah diperoleh.
Pembuatan APE yang baik mampu
mengembangkan totalitas kepribadian anak, bukan karena kebagusannya, tetapi
karena aspek kreatifitasnya, sehingga mampu menjadi sarana bermain yang aktif,
menarik, menyenangkan dan bermanfaat.
Beberapa fungsi APE antara
lain :
1. Mengajar menjadi lebih mudah dan cepat diterima anak
2. Melatih konsentrasi anak
3. Mampu mengatasi keterbatasan waktu dan tempat
4. Membangkitkan emosi
5. Menambah daya ingat
6. Menjamin atmosfir pembelajaran yang kondusif
2.2. Fungsi
Peralatan Untuk Kegiatan Kreatif Anak
Memilih mainan untuk anak
memang tidak selalu mudah. Karena kalau tidak teliti dan salah memilih, kita
bisa terjebak. Bukannya mendidik, tetapi justru memanjakan.
Ada beberapa hal yang
sebaiknya menjadi perhatian kita sebelum memilih mainan. Misalnya, apa yang
bisa dilakukan anak dengan mainan itu. Apakah mainan itu mampu melatih
ketrampilan fisik serta merangsang aktivitas mentalnya? Begitu juga soal
keamanannya.
Dalam memilih alat dan
perlengkapan bermain dan belajar anak untuk kreatif anak, guru dan orang tua
sebaiknya memperhatikan ciri-ciri peralatan yang baik. Ciri-ciri peralatan yang
baik di antaranya:
1.
Desain
Mudah dan Sederhana
Pemilihan alat untuk kegiatan
kreativitas anak sebaiknya memilih yang sederhana dari segi desainnya. Karena
jika peralatan terlalu banyak detail (rumit) akan menghambat kebebasan anak
untuk berkreasi. Yang terpenting adalah alat tersebut tepat dan mengena pada
sasaran edukatif, sehingga anak tidak merasa terbebani oleh kerumitannya.
2.
Multifungsi
(Serba Guna)
Peralatan yang diberikan
kepada anak sebaiknya serba guna, sesuai untuk anak laki-laki maupun anak
perempuan. Selain itu, alat kreativitas juga dapat dibentuk sesuai dengan daya
kreativitas dan keinginan anak.
3.
Menarik
Sebaiknya pilihlah peralatan
yang memungkinkan dan dapat memotivasi anak untuk melakukan berbagai kegiatan
serta tidak memerlukan pengawasan terus-menerus, atau penjelasan panjang lebar
mengenai penggunaannya. Dengan demikian anak akan bebas dengan penuh kesukaan
dan kegembiraan dalam mengekspresikan kegiatan kreatifnya.
4.
Berukuran
Besar
Alat kreativitas yang
berukuran besar akan memudahkan anak untuk memegangnya. Anak-anak dalam fase anal biasanya
semua yang dapat dijangkau dan dipegang lalu dimasukkan ke mulutnya. Untuk
menghindari kemungkina yang membahayakan, maka sebaiknya memilih peralatan yang
berukuran besar.
5.
Awet
Biasanya, peralatan yang tahan
lama harganya lumayan mahal. Namun demikian, tidak semua peralatan yang tahan
lama harganya lebih mahal. Ciri dari bahan yang tahan lama adalah tidak pegas, lentur,
keras dan kuat.
6.
Sesuai
Kebutuhan
Sedikit banyaknya peralatan
yang digunakan tergantung seberapa banyak kebutuhan anak akan peralatan
tersebut.
7.
Tidak
Membahayakan
Tingkat keamanan suatu
peralatan kreativitas anak sangat membantu orang tua atau pendidik dalam
mengawasi anak. Karena banyak alat yang dapat menimbulkan kekhawatiran jika
anak menggunakannya, seperti; pisau, cutter,
jarum, peralatan kecil, dan lain sebagainya.
8.
Mendorong
Anak untuk Bermain Bersama
Untuk mendorong anak dapat
bermain bersama, maka diperlukan alat yang dapat merangsang kegiatan yang
melibatkan orang lain. Oleh karenya, orang tua sebaiknya memberi kesempatan
pada anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya untuk bermain dengan segenap
kreativitas positifnya. Contoh alat yang cukup membantu anak bersosialisasi adalah rumah-rumahan atau
tenda yang sedikitnya dapat menampung minimal dua anak, pistol-pistolan dan
bola.
9.
Mengembangkan
Daya Fantasi
Alat permainan yang sifatnya
mudah dibentuk dan diubah-ubah sangat sesuai untuk mengembangkan daya fantasi
anak, karena memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba dan melatih daya
fantasinya.
10.
Bukan
Karena Kelucuan dan Kebagusannya
Alat-alat yang dipilih sebagai
alat pengembangan kreativitas anak bukan sekedar alat yang bagus atau lucu.
Akan tetapi alat permainan yang mampu mengembangkan intelektualitas, afeksi,
dan motorik anak.
11.
Bahan
Murah dan Mudah Diperoleh
Kebanyakan orang tua lebih
menyukai peralatan kreativitas yang harganya cukup mahal. Karena ada image bahwa peralatan yang mahal adalah
peralatan yang berkualitas dan bagus. Peralatan yang mahal tersebut dianggap
benar-benar dapat meningkatkan perkembangan kreativitas anak.
Padahal, sesungguhnya tidaklah
demikian. Dengan membeli peralatan yang sudah jadi, sesungguhnya itu telah
mengurangi prosentase nilai kreativitas. Jika orang tua atau guru yang
menciptakannya, anak justru lebih suka dan lebih tertarik untuk dapat berkarya,
membuat sesuatu seperti yang dilakukan orang tua atau gurunya. Sehingga
kreativitas anak memiliki nilai plus dibanding dengan membeli yang sudah siap
pakai.
2.4 Jenis-Jenis Program Alat Permainan
Edukatif (APE)
Jenis latihan yang disesuaikan
dengan perkembangan anak dikembangkan oleh Maria Montessori (1870-1952). Tujuan
dari pendidikan Montessori adalah perkembangan individu. Program-program
Montessori lebih mengkonsentrasikan pada pengembangan keterampilan-keterampilan
intelektual umum dari pada konsep-konsep mata pelajaran tertentu.
Sekolah-sekolah Montessori sering menggunakan perabot sekolah yang disesuaikan
dengan ukuran peserta didik dan materi belajar yang dirancang khusus.
Penekanannya adalah pada jenis latihan yang disesuaikan dengan perkembangan
anak dikembangkan oleh Maria Montessori (1870-1952).
Tujuan dari pendidikan Montessori
adalah perkembangan individu. Program-program Montessori lebih
mengkonsentrasikan pada pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual umum
dari pada konsep-konsep mata pelajaran tertentu. Sekolah-sekolah Montessori
sering menggunakan perabot sekolah yang disesuaikan dengan ukuran peserta didik
dan materi belajar yang dirancang khusus. Penekanannya adalah pada bagian dari
program Head Start menyeluruh. Head Start merupakan bagian dari program
Presiden Lyndon Johnson dalam memerangi kemiskinan, suatu upaya untuk membuat
terobosan memutus lingkaran kemiskinan.
Idenya adalah memberikan kesempatan
kepada anak yang kurang beruntung untuk memulai sekolah formal dengan
keterampilan-keterampilan praakademik dan sosial yang sama dengan anak kelas
menengah. Ciri khasnya, Head Start memasukkan program pendidikan anak awal yang
dirancang untuk meningkatkan Program-Program PenitipanDiadakannya
program-program penitipan anak (day-care programs) terutama untuk menyediakan
layanan penitipan untuk orang tua yang bekerja. Program-program itu bervariasi
mulai dari suatu bentuk penitipan bayi di mana satu orang, dewasa mengasuh
beberapa bayi sampai program-program prasekolah terorganisasikan yang sedikit
berbeda dari play group (General Accounting Office, 1995 Zigler amp Finn-Stevenson,
1989).Play GroupPerbedaan utama antara program penitipan anak dan play group
atau kelompok bermain (nursery schools) adalah play group sepertinya lebih
menyediakan suatu program terencana yang dirancang untuk membantu perkembangan
sosial dan kognitif anak awal. Kebanyakan program play group di Amerika adalah
program setengah-hari, dengan dua atau tiga guru mensupervisi satu kelas yang
terdiri dari 15 sampai 20 peserta didik. Play group pada umumnya melayani
keluarga dengan status sosial menengah (General Accounting Office, 1995 West et
al., 1993 White amp Buka, 1987).
Konsep kunci dalam pendidikan play
group adalah pelatihan kesiapan (readiness training). Anak belajar keterampilan
yang diharapkan mempersiapkan mereka untuk pendidikan formal nantinya, seperti
bagaimana mengikuti petunjuk, tetap berada dalam tugas, bekerja sama dengan
orang lain dan menampilkan kelakuan yang baik. Aanak Peserta didik-peserta
didik juga didorong untuk tumbuh secara emosional dan mengembangkan konsep-diri
positip dan meningkatkan keterampilan-keterampilan otot besar dan kecil.
BAB III
ALAT PERMAINAN EDUKATIF
(APE)
3.1 Contoh Alat Permainan Edukatif (APE)
I. Jongki (Alat Tumpuk
Tradisional)
- Bahan-Bahan
dan Alat
1. Balok ringan 4x4
sepanjang 50 cm
2. Patahan gagang sapu kayu
3. Paku
4. Kertas pasir
5. Rotan
6. Papan
7. Bambu
- Cara
Pembuatannya
Balok di bentuk
menjadi jengki, kemudian patahan gagang sapu kayu dikecilkan menjadi penumbuk,
papan digunakan sebagai alas jongki, rotan digunakan sebagai penggerak jongki
yang disampingnya di beri paku, kemudian jongki ini di haluskan dengan
menggunakan kertas pasir. Bambu yang masih utuh di potong setinggi 5 cm untuk
digunakan sebagai lesung.
II. Pancingan Ikan Dari
Bambu
-
Bahan-bahan dan alat
1.
Bambu
2.
Ring bawot
3.
Triplek
4.
Besi berani
5.
Lem setan
6.
Pewarna / cat
7.
Benang pancing
8.
Kertas pasir
-
Cara Pembuatannya
1.
Bambu dipotong sepanjang +
1 meter lalu di raut dan di jadikan pancingan dengan diberikan tali pancing dan
ujungnya diberi besiberani yang dilengketkan dengan lem setan.
2.
Triplek di gambar bentuk ikan
dan di potong sehingga membentuk ikan lalu di gosok dengan kertas pasir dan
kemudian dicat sesuai warna kesukaan. Mata ikan diberi reng bawot agar pada
saat di pancing lengket dengan besi berani.
III Jari-Jari Berkata
-
Bahan-bahan dan alat
1.
Triplek
2.
Spidol
3.
Gergaji ukir
4.
Perekat/besi
5.
Kertas pasir
-
Cara pembuatannya
Triplek di gambar bentuk tangan lalu di potong dengan gergaji ukir,
lalu di gosok licin dengan kertas pasir, kemudian ujung-ujung jari di bolongkan
agar bias dimasuikkan kata-kata yang
terbuat dari triplek yang dipotong 2x5 cm dan di gunakan sebagai penghubung
antara jari dan kata-kata tersebut.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa Alat Permainan Edukatif (APE) merupakan seperangkat
instrumen, baik merupakan metode atau cara maupun perkakas yang digunakan
seseorang dalam rangka mendidik anak dengan menekankan konsep bermain sambil
belajar. Dari sudut pandang orang tua atau pendidik APE memilik arti yang
sangat penting. Karena dapat membantu dan memudahkan mereka dalam mendampingi
proses pembelajaran pada anak usia dini. Sedangkan dari sudut pandang anak-anak
APE memiliki arti penting sebagai berikut: dapat mengembangkan konsentrasi
anak, dapat mengatasi keterbatasan bahasa anak, dapat mendorong anak
bersosialisasi, dapat menambah daya
ingat dan pemahaman anak mengenai sesuatu.
Kemudian dalam memilih alat permainan
untuk anak, orang tua atau pendidik sebaiknya memperhatikan beberapa prinsip
APE (yang mencakup: prinsip produktivitas, prinsip aktivitas, prinsip
kreativitas, prinsip efektifitas dan efisiensi serta prinsip mendidik yang
menyenangkan) dan ciri-ciri alat permainan yang baik untuk anak (yang meliputi:
Desain Mudah dan Sederhana, Multifungsi, menarik, awet, berukuran besar, tidak
membahayakan, sesuai kebutuhan, barang murah dan mudah didapat, bukan karena
kelucuan atau kebagusannya, mendorong anak untuk bermain bersama, serta dapat
mengembangkan daya fantasi anak)
DAFTAR PUSTAKA
Basyaruddin, Yosi, dan Abdillah Obid. 2004. Manhaj
pendidikan Anak Muslim. Jakarta Selatan: Mustaqim.
Ismail, Andang . 2007.
Education Games: Menjadi Cerdas dan Ceria
dengan Permainan Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.
Martuti, A.2008. Mengelola PAUD
dengan Aneka Permainan Meraih Kecerdasan Majemuk. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Musbikin,
Imam. 2006. mendidik anak kreatif ala einstein. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Maklah - Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-Aliran Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Lembaga
pendidikan pada umumnya adalah sarana bagi proses pewarisan maupun transformasi
pengetahuan dan nilai-nilai antar generasi. Dari sini dapat terpahami bahwa
pendidikan senantiasa memiliki muatan ideologis tertentu yang antara lain
terekam melalui konstruk filosofis yang mendasarinya. Kata Roem Topatimasang,
sekolah memang bukanlah sesuatu yang netral atau bebas nilai. Sebab tak jarang
dan seringkali demikian, pendidikan dianggap sebagai wahana terbaik bagi
pewarisan dan pelestarian nilai-nilai yang nyatanya sekedar yang resmi, sedang
berlaku dan direstui bahkan wajib diajarkan di semua sekolah dengan satu
penafsiran resmi yang seragam pula. Dinamika sistem pendidikan yang berlangsung
di Indonesia dalam berbagai era kesejarahan akan menguatkan pandangan ini,
betapa dunia pendidikan memiliki keterkaitan sangat erat dengan kondisi
sosial-politik yang tengah dominan.
Sebuah
bagan skematik dari William F. O’neil berikut in menunjukkan bagaimana nalar
relasional antara filsafat dengan dunia pendidikan:
1.
Ontologi (Apa
yang tertinggi yang bisa diketahui, dan bagaimana kita bisa mengetahuinya
[epistemologi, ny.]?)
2.
Aksiologi
(Apakah kebaikan tertinggi itu?)
3.
Teori Moral
(Apakah perilaku antarmanusia yang baik itu?)
4.
Filosofi Politik
(Apakah organisasi sosial yang baik itu?)
5.
Filosofi
Pendidikan (Pengetahuan macam apa yang diperlukan dan bagaimana semestinya ia
ditanamkan?)
Filsafat
pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka dalam membahas filsafat
pendidikan akamn berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada
dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari
filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan,
dan nilai.
Dalam
filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme,
idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan
merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya,
maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran,
sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Brubacher
(1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
filsafat pendidikan “progresif” dan filsafat pendidikan “ Konservatif”. Yang
pertama didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik
naturalisme dari Roousseau. Yang kedua didasari oleh filsafat idealisme,
realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme
religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan.
Perspektif
O’neil (H.A.R. Tilaar) memandang titik tolak pedagogik dari tindakan
pemanusiaan. Sehingga pendidikan tidak bisa dilepaskan dari filsafat manusia.
Jadi, justru perbedaan persepsi tentang manusia inilah yang kemudian melahirkan
berbagai aliran dalam dunia pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Didasari dari latar belakang di
atas, banyak rumusan masalah yang memang kami pertimbangkan dalam penyusun
makalah kami ini. Di antarnya rumusan masalah itu adalah :
- banyaknya
aliran-akiran pendidikan yang ada di dunia
- kejelasan
dari berbagai aliran yang kami bahas
- tokoh-tokoh
aliran pendidikan
- pengaruhnya
terhadap pendidikan sekarang
- sifat
dari berbagai macam aliran
1.3 Tujuan Makalah
Dalam segala hal yang di buat
manusia pasti mempunyai tujuan yang akan
di ingin di capai. Begitu pula dengan makalah ini. Makalah ini mempunyai tujuan
di antaranya:
- untuk
memenuhi tugas dosen landasan pendidikan
- untuk
menyampaikan materi kepada para mahasiswa tentang aliran-aliran pendidikan
- memperdalam
ilmu landasaan pendidikan untuk para mahasiswa
- mengenalkan
aliran-aliran yang berpengaruh dalam dunia pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
Aliran-aliran
pendidikan telah dimaulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan
pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm kepustakaan tentang
aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai
dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya
dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan
dua tonggak penting pendidikan di Indonesia.
A. Aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan
Aliran-aliran
klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan
walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman.
1.
Aliran-aliran klasik dalam pendidikan dan
pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di indonesia.
a. Esensialisme
Esensialisme
adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang
utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan
realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran
ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi
satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan
demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang
disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah
konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama
muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad
pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai
manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman
Tokoh-tokoh Esensialisme
1) Georg Wilhelm
Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg
Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu
pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan
spiritual.
3) George
Santayana
George
Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu
sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu
konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan
adanya kualitas tertentu.
Pandangan
Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme,
sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada
taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk
memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. belajar dapat
didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi
spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
2. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa
tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada
landasan idiil dan organisasi yang kuat
b. Progresivisme
Progresivisme
adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle,
William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Progravisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri
(Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu
statemen progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi
ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme
bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus
karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
Progresvisme
merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar
pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia
nyata” dan juga pengalaman teman sebaya
Aliran
progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat
ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146).
Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang
otoriter.
Tokoh-tokoh Progresivisme
1. William James
(11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
James
berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup.
2. John Dewey
(1859 – 1952)
Teori Dewey tentang
sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan
minatnya daripada mata pelajarannya sendiri.
3. Hans
Vaihinger (1852 – 1933)
Hans
VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah
gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di
dunia.
Pandangan
Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak
didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat
oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat
progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter
akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi
yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik
secara fisik maupun psikis anak didik.
c. Aliran Perenialisme
Perenialisme
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan
mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip
umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan
abad pertengahan.
Pandangan
perenialisme tentang pendidikan
Kaum
perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh
kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada
kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad
Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali
atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan
ideal.
Beberapa
pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina
pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek
kehidupan.
2. Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan
kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut
aturan moral.
3. Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah
menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun
praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam,
1986: 154).
Menurut
perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan
ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan
berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang
cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang
perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Sekolah,
sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah
kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru
adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik.
Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam nidang akalnya sangat tergantung
kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
d. Aliran Rekonstruksionisme
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual
yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan
nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di
samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis,
bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang
sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan,
sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran
serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan,
nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun
masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran
ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg
Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya di
Bidang Pendidikan
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual
dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang
tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi
yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
e. Aliran Empirisme
Tokoh
aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun
1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan
bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih
akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan
dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak
melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris
yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat
penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak
akan menerima pendidikan se¬bagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan
membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan
yang diharapkan. Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya
menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan
tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam
diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak
optimal. Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan
dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh
keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya
yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya
tidak sama. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman.
Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal,
ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
f. Aliran Nativisme
Tokoh
aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada
tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan
oleh faktor bawaan sejak la¬hir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap
pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan
oleh bakat yang di¬bawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini,
keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat,
dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan
anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri. Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan.
Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat
orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya
asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya
psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar
lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan
berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya
sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua
yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin
melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya. Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di
bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di
tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan ber¬kembang atas
bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe
makanan se-suai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya
hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal dia adalah
anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab gambaran dalam
cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan
membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
g. Aliran Naturalisme
Tokoh
aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup tahun
1712-1778. Natu¬ralisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di
dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak
karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Natural¬isme sering disebut
Negativisme.
Naturalisme
memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Aminuddin R.,
1992: 9), yaitu:
a.
Anak didik
belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.
b.
Pendidik hanya
menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan se¬bagai
fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong
keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab
belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c.
Program
pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyedia¬kan
lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik
secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
sesuai dengan minat dan perhatiannya.
h. Aliran Konvergensi
Tokoh
aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang
hidup tahun 1871-1939. Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi
dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di
dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak
selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan
lingkungan sama-sama berperan penting. Anak yang mempunyai pembawaan baik dan
didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik.
Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak. Dengan
demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada
faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Hanya saja, William Stem tidak
menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai
sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan.
i. Aliran Konstruktivisme
Aliran
ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi
kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang diterima lewat
pancaindra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan
perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang
dilakukan dari seseorang ke-pada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan
barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk
mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan
berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
B. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap
Pelaksanaan di Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan
pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran
alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan
heimatkunde, dan J. Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven.
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran
pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran
melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global.
Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan
pengajaran, yaitu:Metode Global dan Centre d’interet.
c. Sekolah Kerja
Gerakan
sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan
yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius
menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan.
J.H. Pestalozzi mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di
sekolahnya.
d. Pengajaran Proyek
Pengajaran
proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia,
antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang
perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk
memandang dan memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin
tersebut makin lama makin penting, utamanya masyarakat maju.
C. Dua aliran pokok pendidikan di indonesia
Dua aliran pokok
pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran
tersebut dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli
1932 di Yogyakarta.
2. Ruang Pendidik
INS Kayu Tanam
Ruang
Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei
pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan
banyaknya aliran-aliran dalam ranah filsafat bukan berarti akan membuat semakin
tidak jelasnya konstruksi filsafat pendidikan. Akan tetapi dalam masing-masing
aliran dapt menghasilkan titik temu yang harmonis, yang fungsinya guna
mendapatkan gambaran filsafat pendidikan yang harmonis dan etis serta mempunyai
nilai tawar yang lebih qualified. Wallahu’alam bi shawab.
B. Saran
Setiap
orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup
lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju
tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan
penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau
mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif
yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme (kenyataan). Itu dikarenakan
filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas,
pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.
Masing-masing
aliran pendidikan memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga para pelaku
pendidikan harus mempelajari semua aliran dan mengkolaborasikannya sehingga
akan diperoleh suatu sistem pendidikan atau pola pembelajaran yang baik
DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2006. Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan,
Situs informasi Indonesia Serba serbi Dunia Pendidikan, http://edu-articel.com
Barnadib,Imam,1988, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan
Metode, Andi Offset, Yogyakarta.
Bashori,Tauhid,2004, Pragmatisme Pendidikan, telaah
Pemikiran John Dewey, http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-13.html,
diambil tahun Maret 2004
Brubacher,1950, Modern Philosophies of Education,
New York, Mac Graw Hill Book Company, inc
Gunarto, H, 2004. Mengusung Pendidikan Humanistik, http://www.freelists.org/archives/ppi/05-2004/msg00284.html
Hadiwiyono, Harun,1980, Sari Sejarah Filsafat Barat
2, Yogyakarta, Kanisius.
Hamersma, Harry,1984, Tokoh-Tokoh Filsafat Modern,
Jakarta, PT Gramedia.
Hidayanto, D.N, 2000. Diktat Landasan Pendidikan,
Untuk Mahasiswa, Guru dan Praktisi Pendidikan, Forum Komunikasi Ilmiah FKIP
Universitas Mulawarman, Samarinda.
Mudhofir,Ali,1988, Kamus Teori dan Aliran dalam
Filsafat, Yogyakarta, Liberty.
O’neil, F. William, 2001. Ideoligi-Ideologi
Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakart
Sudiarja,A, 2001, Pendidikan Radikal Tapi Dialogal,
Basis No.01-02, Tahun ke-50, Januari-Februari, Yayasan BP Basis, Yogyakarta.
Sunarto, 2003, Konstruksi Epistemologi Max
Horkheimer: Kritik Atas Manusia Modern, dalam Epistemologi Kiri, (ed) Listiyono
S, Sunarto, Abd, Qadir Shaleh, Penerbit AR RUZZ, Yogyakarta
Tjaya, Thomas Hidya,2004, Mencari Orientasi
Pendidikan, Sebuah Perspektif Historis, Jakarta, Kompas 4 Februari 2004.
DOWNLOAD FILE DI SINI
Langganan:
Postingan (Atom)